Seperti yang Sobat tahu, Indonesia merupakan negara yang kaya akan penghasil kayu tropis terbaik di dunia. Meskipun demikian, sayangnya hal tersebut tak dapat menutupi ketersediaan dan pasokan bahan baku untuk industri furnitur lokal yang masih sering terkendala.
Hal tersebut disampaikan oleh Direktur Jenderal Agro Kementerian Perindustrian (Kemenperin), Putu Ali Ardika. Menurutnya, persoalan pasokan bahan baku yang terkendala berasal dari pelaku usaha industri furnitur.
“Kami menyerap beberapa isu pokok yang dihadapi oleh industri furnitur dan kerajinan dalam negeri saat ini, salah satunya terkait rantai pasok ketersediaan bahan baku,” ujar Putu dalam keterangan resminya, Senin (13/3), sebagaimana dikutip Bisnis.
Padahal, menurut Data Indonesia yang dilansir oleh data Organisasi Pangan dan Pertanian Dunia (FAO), Indonesia tercatat memiliki hutan seluas 92 juta hektare. Bahkan luasnya hutan di Tanah Air sampai didapuk sebagai negara dengan hutan terluas ke delapan di dunia.
Abdul Sobur selaku Ketua Presidium Himpunan Industri Mebel dan Kerajinan Indonesia (HMKI) sampai-sampai mengklaim Indonesia sebagai negara ketiga terbesar penghasilan bahan baku di dunia.
Dalam hal ini ia menerangkan hutan tropis Indonesia bahkan bisa membuat pohon tumbuh lebih cepat berkali lipat daripada negara lain. Contohnya, apabila pada umumnya negara lain membutuhkan waktu 60-80 tahun untuk menumbuhkan kayu yang berdiameter 40 cm, maka di Indonesia dengan kayu yang berukuran sama dengan negara lain bisa tumbuh pesat hanya dalam waktu 5 tahun saja.
Akan tetapi perlu digaris bawahi juga, bahwa nggak semua pohon di Indonesia mengalami pertumbuhan sangat pesat. Adapun pohon-pohon yang dimaksud ini biasanya hanya terjadi pada kayu jati, mahoni, mindi, hingga pinus.
Putu Ali Ardika selaku Direktur Jenderal Agro Kemenperin menegaskan semestinya dengan beberapa fakta mengenai bahan baku kayu di Indonesia pelaku industri furnitur dalam negeri nggak perlu mempermasalahkan lagi, lantaran masih perlu penyediaan akses yang lebih baik bagi bahan baku industri furnitur supaya pola rantai pasok bahan utama untuk industri furnitur menjadi lebih tertata.
Oleh karena itu, Putu juga mendesak agar pihaknya akan lebih berupaya memfasilitasi Pusat Logistik Bahan Baku Industri Furnitur serta melakukan koordinasi antar kementerian dan lembaga, khususnya terhadap isu kemudahan akses bahan baku industri furnitur.
“Langkah yang dijalankan antara lain, meminimalkan biaya dan lead time produksi, serta memicu kualitas bahan baku sesuai kebutuhan industri furnitur,” imbuh Putu.
Apalagi industri furnitur dalam negeri juga terkena imbas dari pelemahan permintaan ekspor yang diakibatkan oleh situasi geopolitik yang disebabkan oleh perang Rusia dan Ukraina.
Belum lagi inflasi yang disebabkan karena kondisi resesi. Ini juga yang menjadi penyebab menurunnya daya beli konsumen di beberapa negara importir, lebih khusus yang terdampak perang tersebut seperti negara-negara kawasan Eropa dan Amerika Serikat.
Di akhir perbincangannya, Putu menyampaikan adanya perbaikan pada industri furnitur Indonesia juga perlu memperhatikan pasar global dan lebih difokuskan kepada pasar dalam negeri.