Beberapa waktu lalu (6/7/2022), beredar ‘bocoran’ mengenai pasal-pasal dari Rancangan Undang-Undang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RUU KUHP) yang telah diserahkan kepada Komisi III DPR RI di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat.
Dari beberapa pasal yang tertulis di RUU KUHP tersebut, banyak ditemukan ‘pasal-pasal karet’ yang membuat publik di Tanah Air menjadi gelisah. Menurut kutipan beberapa media online di Indonesia, draf yang ‘bocor’ pada 4 Juli 2022 tersebut merupakan draf 2019 yang telah disempurnakan.
Saat ini, Komisi III DPR RI tengah berdiskusi secara internal sebelum mengambil keputusan atas hasil revisi draf KUHP tahun 2019 lalu.
“Jadi, sekarang kami terima dulu [draf RUU KUHP dari pemerintah]. Kami baca lagi, pelajari lalu dituangkan dalam pandangan mini fraksi. Baru dilakukan tanya jawab lagi sebelum diambil keputusan [apakah disetujui dan akan dibawa ke pengambilan tingkat II],” ujar Adies seperti dikutip Tempo.
Adapun yang saat ini telah beredar dan dipermasalahkan publik adalah pasal 415-416 tentang Perzinaan. Di mana dalam pasal tersebut menjelaskan jika pemerintah akan memberikan sanksi terhadap masyarakat, yang melakukan hubungan seks di luar nikah dengan hukuman kurungan penjara kurang lebih 1 tahun.
Mengetahui isi ‘bocoran’ pasal yang ada di KUHP tersebut, tentunya membuat banyak opini berkembang di lingkungan masyarakat. Pasal ini disebut tidak memberikan solusi apa pun untuk masyarakat. Apalagi, dalam konteks ini, zina bisa diperluas maknanya sehingga dapat mengkriminalisasi orang dewasa yang berhubungan seksual secara konsensual.
Tidak hanya itu saja, ada beberapa pasal lain yang disebut sebagai ‘Pasal Karet’ oleh publik. Pasal-pasal tersebut di antaranya:
- Pasal 217 tentang Penghinaan terhadap Presiden dan Wakil Presiden
Masyarakat banyak yang menilai jika pemerintah hanya mempersempit makna kritik atau anti kritik dan tidak peka terhadap kondisi masyarakatnya. Mengenai hukumannya pun cukup berat, yakni hukuman penjara selama 5 tahun.
- Pasal 351 tentang Tindak Pidana terhadap Kekuasaan Umum dan Lembaga Negara
Pada pasal ini, masyarakat yang melakukan penghinaan terhadap lembaga negara seperti DPR, DPRD, Polri, Kejaksaan RI dan pemerintah daerah akan dikenakan ancaman penjara 1,5 tahun. Dengan bunyi pasal tersebut, masyarakat pun menilai saat ini banyak anggota di lembaga negara serta pejabat publik tidak menjalankan tugasnya dengan baik. Bentuk kritik dinilai cara yang cocok untuk menghentikan kinerja anggota di dalam lembaga negara.
- Pasal 601 tentang Tindak Pidana Berdasarkan Hukum yang Hidup dalam Masyarakat
Bisa dibilang, pasal ini membingungkan dan mengkriminalisasikan masyarakat. Soalnya nih, jika sampai pasal ini disahkan, maka dapat memberikan celah besar kepada pihak berwenang (hukum adat) untuk melakukan kriminalisasi atas nama hukum yang hidup (living law).
- Pasal 256 tentang Penyelenggaraan Pawai, Unjuk Rasa atau Demokrasi
Jika sampai pasal ini disahkan, maka masyarakat yang akan melakukan demonstrasi (unjuk rasa) tanpa izin kepada yang berwenang akan langsung diberi hukuman 6 bulan penjara. Diketahui, sejauh ini bagi masyarakat yang ingin melakukan demonstrasi harus melakukan pemberitahuan kepada pihak berwajib. Namun, jika melampaui batas waktu perizinan hanya dibubarkan saja (sanksi administratif) bukan menjadi sanksi pidana. Dengan begitu, jika sampai pasal ini disahkan, akan membatasi aksi-aksi dadakan seperti korban penggusuran paksa dan sejenisnya.
Menurut Sobat SJ sendiri gimana? Apakah ‘pasal-pasal karet’ dalam draf RUU KUHP yang ‘bocor’ perlu disahkan atau ditolak. Coba kasih pendapat kamu di kolom komentar, ya!