Para pakar iklim yang tergabung dalam Copernicus Climate Change Service Uni Eropa memprediksi bahwa dunia dapat mencapai rekor suhu terpanas pada 2023 atau 2024.
Rekor suhu terpanas rata-rata dunia tersebut dipicu oleh perubahan iklim dan fenomena cuaca El Nino. Hal ini diungkapkan langsung oleh Carlo Buontempo, Direktur Copernicus Climate Change Service Uni Eropa kepada kantor berita Reuters pada Rabu (20/4/2023) waktu setempat.
“El Nino biasanya dikaitkan dengan suhu yang memecahkan rekor di tingkat global. Apakah ini akan terjadi pada tahun 2023 dan 2024 belum diketahui. Tetapi, menurut saya, lebih mungkin terjadi daripada tidak,” jelas Carlo Buontempo.
Beberapa waktu belakangan, diketahui permodelan iklim sendiri menunjukkan kondisi El Nino bakal terjadi lagi pada akhir musim panas boreal. El Nino, kemungkinan kuat terjadi pada akhir tahun ini.
Sekedar informasi saja, rekor suhu terpanas dunia terjadi pada 2016, kala itu bertepatan dengan El Nino yang kuat. Badan Meteorologi Dunia (WMO) pada 12 Januari 2023 sendiri menyatakan bahwa pemanasan global kemungkinan besar akan terus berlanjut hingga masa-masa mendatang.
Dalam delapan tahun terakhir (2015-2022) rekor suhu Bumi terpanas telah terjadi, rata-rata naik 1 derajat celcius per tahun. Adapun penyebab peningkatan suhu tahunan Bumi tersebut dipicu oleh konsentrasi gas rumah kaca yang kian tinggi. Tiga gas paling bertanggung jawab terhadap pemanasan global adalah karbon dioksida (CO2), metana (CH4), dan nitro oksida (N2O).
Saat ini, kandungan CO2 sendiri naik drastic 149 persen dibandingkan pra-industri, CH4 sebesar 262 persen, dan N2O sebesar 124 persen.
Di sisi lain, dosen senior Grantham Institute, Frederike Otto pada Imperial College London menjelaskan jika suhu yang dipicu oleh El Nino dapat memperburuk dampak perubahan iklim yang sudah dialami sejumlah negara, termasuk gelombang panas yang parah, kekeringan, dan kebakaran hutan.
“Jika El Nino terus berkembang, ada kemungkinan besar 2023 akan lebih panas ketimbang 2016 – mengingat dunia terus menghangat karena manusia yang terus membakan bahan bakar fosil,” jelas Otto.