Ada kabar gembira untuk pencinta piringan hitam (vinyl). Setelah hampir 50 tahun lamanya sejak pabrik piringan hitam Lokananta berhenti produksi di tahun 1974, akhirnya Indonesia kembali memiliki pabrik pencetak piringan hitam yang bernama PHR Pressing. Peresmian PHR Pressing dilakukan pada Sabtu (5/8) lalu.
Clement Arnold, Executive Director PHR Pressing mengharapkan perusahaanya bisa membantu kebangkitan produk vinyl di skena industri musik Indonesia.
“Setelah 50 tahun akhirnya piringan hitam ini bisa bangkit lagi. Semangat akan memajukan industri musik Indonesia,” kata Clement Arnold, dalam jumpa pers di Tangerang, Sabtu (5/8/2023).
PHR Pressing juga akan tetap menjalin kerja sama dengan studio di Belanda untuk proses mastering audionya. Setelah proses mastering sesuai standar vinyl, barulah PHR Pressing bekerja mencetak piringan hitam.
“Proses yang kami lakukan hanyalah proses pressing yang dilakukan mesin dengan tingkat akurasi sangat tinggi dengan kualitas mesin sangat baru tahun 2019,” ujar Arnold.
Lebih lanjut, pria yang akrab disapa Arnold menyebutkan bahwa PHR Pressing akan mencetak hingga 7.500 vinyl per bulan, kendati mesin yang dimilikinya bisa mencetak hingga 30.000 vinyl per bulan. Piringan hitam yang telah dicetak juga akan didistribusikan tak hanya ke seluruh Indonesia namun juga luar negeri.
“Mesin ini bisa membuat 30.000 vinyl per bulan, tapi kami enggak muluk-muluk, kami akan mencetak 7.500 setiap bulannya dan akan distribusikan ke seluruh Indonesia hingga ke luar negeri,” lanjut Arnold.
Salah satu keunggulan dari PHR Pressing dikatakan bisa memangkas waktu produksi piringan hitam yang biasanya memakan waktu satu sampai satu setengah tahun. Ini yang kerap menjadi kendala para musisi dan label rekaman di Tanah Air. Selama ini mereka semua harus antre untuk merilis versi piringan hitam dari karya musiknya di luar negeri.
Namun dengan kini hadirnya PHR Pressing tentunya akan memudahkan pelaku industri musik Indonesia. Terlebih, PHR Pressing juga mengatakan pihaknya berharap bisa menekan harga vinyl hingga Rp 200.000. Selama ini piringan hitam di pasaran biasa dibanderol mulai dari Rp 500.000. Harga bisa bertambah jika vinyl tersebut memiliki tingkat kelangkaan yang tinggi.
“Kami berpikir selagi quantity terus bertumbuh, itu kami bisa menekan harganya,” tandas Arnold.
Wah, jadi nggak sabar menunggu produk piringan hitam buatan pabrik dari dalam negeri. Kalau Sobat paling nugguin rilisan vinyl dari musisi siapa, nih?