Di tengah urgensi hilirisasi industri dan juga transformasi ke industri hijau, sektor sawit Indonesia membuat terobosan baru dengan membangun pabrik minyak sawit tanpa uap atau PMTU di Jambi. Diklaim, pabrik tanpa uap ini akan membuat industri sawit lebih ramah lingkungan.
Hal ini diungkapkan oleh Dewan Sawit Indonesia (DSI) dalam webinar bertajuk Inovasi Sawit dalam Industri Pangan pada Rabu (25/5/2022).
“Ini salah satu revolusi teknologi yang dilakukan bangsa ini dengan melihat lingkungan dan diharapkan bisa dioperasikan untuk petani kecil,” ujar Plt DSI, Sahat Sinaga.
Lebih lanjut teknologi di pabrik minyak sawit tanpa uap ini akan mengubah proses sterilisasi dalam memproduksi Refined, Bleached, Deodorized (RBD) Palm Oil yang umumnya menggunakan uap menjadi tanpa uap. Dengan demikian, PMTU akan menghasilkan proses produksi RBD Palm Oil yang memiliki tingkatan kandungan racun lebih rendah dan juga sesuai dengan permintaan pasar internasional.
PMTU juga diprediksi bisa meningkatkan hasil produksi dari tanda buah segar (TBS) menjadi RBD Palm Oil hingga 5%. Selama ini, sterilisasi di industri CPO membuat hasil produksi susu 4% – 5% karena menggunakan uap.
Tak hanya berpengaruh pada hasil produksi, dengan proses sterilisasi tanpa uap ini juga bisa mengurangi limbah pembuangannya yang sekaligus bisa mengehemat energi. Sebelumnya dengan pabrik uap, bisa menyerap daya hingga 20 kilo per ton tbs dna menghasilkan emisi karbon dari limbah sawit atau Palm Oil Mill Effluent (POME) sebanyak 1,29 ton eCO2 per ton CPO.
Adanya PMTU juga bisa mendukung program hilirisasi industri sawit. Karena nantinya, petani sawit bisa merasakan nilai tambah di produk mereka. Mulai dari membuat produk turunan sawit lebih banyak lagi hingga mendaptkan harga yang lebih.
“Kalau selama ini (petani sawit) menjual Rp100 (dengan PMTU petani sawit) bisa mendapatkan Rp175 dari kebun sawit mereka,” kata Sahat.
Sekadar informasi, berdasarkan catatan Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki), volume ekspor olahan CPO pada 2021 mencapai 25,7 juta ton, sementara itu total ekspor mencapai 34,23 juta ton. Artinya, RBD Olein berkontribusi sekitar 46,69% dari total ekspor Olahan CPO dan 35,05% dari total ekspor CPO dan turunannya.