Tidak hanya sektor industri skala besar yang menjadi fokus Kementerian Perindustrian. Industri Kecil dan Menengah (IKM) juga diakselerasi kinerjanya untuk meningkatan daya saing melalui model pembinaan berbasis area yaitu One Village One Product atau OVOP.
Mengapa IKM juga perlu ditingkatkan? Karena sektor ini juga berperan penting dalam pemasaran, tidak hanya pasar domestik namun juga ke pasar global, tentunya dengan kualitas terbaik dan juga memiliki daya saing tinggi.
Apa Itu OVOP?
Program OVOP ini awalnya dirintis oleh Prof. Morihiko Hiramatsu yang pada saat itu menjabat sebagai Gubernur OITA di Jepang di tahun 1980. OVOP ini kemudian diadaptasi oleh negara-negara lainnya dari Amerika, Eropa Timur, Asia termasuk Indonesia yang sudah mengenal OVOP sejak tahun 2007.
Singkatnya, konsep OVOP adalah di mana suatu daerah menetapkan suatu produk yang memiliki keunikan dari kota lainnya atau ciri khas daerah tersebut untuk kemudian dikembangkan dengan memanfaatkan sumber daya manusia di daerah tersebut. Pengembangan produk ini tentu diharapkan bisa memberikan nilai tambah sehingga menjadi produk yang berdaya saing serta unggul di pasar internasional.
Tak hanya produk, jika dearah OVOP itu menarik, maka juga bisa dijadikan tujuan wisata bagi turis mancanegara maupun turis domestik. Sehingga OVOP tak hanya meningkatkan sektor IKM namun juga membuka peluang bisnis di sektor pariwisata.
Implementasi OVOP di Indonesia
Implementasi OVOP (One Village One Product) di Indonesia sendiri biasanya merupakan kelompok usaha kecil menengah/UKM yang melakukan kerjasama dengan perusahaan BUMN serta mendapat bantuan dan bimbingan dari pemerintah.
“Pemerintah bertekad untuk terus memperkuat dan menonjolkan aspek keunggulan yang melekat pada produk tersebut, baik karena bahan bakunya, ciri khas dan keunikannya, tradisinya, kearifan lokalnya maupun reputasinya,” papar Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita pada Jumat (1/4) saat acara Kick Off OVOP (One Village One Product) 2022.
Program OVOP tak henti dijalankan dari tahun ke tahun, karena OVOP senyatanya bisa meningkatkan potensi daerah lewat kearifan lokal dengan membuat produk berdaya saing dan laku di pasar domestik dan internasional.
Lebih lanjut, pihak Kemenperin menjelaskan bahwa pendekatan OVOP memiliki tiga prinsip dasar yaitu local yet global yang artinya mengupayakan potensi lokal untuk menghasilkan produk berdaya saing global, self reliance and creativity yaitu menekankan bahwa kemandirian masyarakat setempat menjadi motor pendorong utama dari program OVOP. Terakhir human resource development atau pengembangan SDM yang berperan penting terhadap keberlangsungan program OVOP.
Syarat Mengikuti Program OVOP
Tak semua daerah dan juga semua komoditas bisa dibantu oleh program pemerintah yang satu ini. Diketahui, ada lima komoditas yang dapat mengikuti penilaian OVOP di ajang penghargaan OVOP yaitu makanan dan minuman, kain tenun, kain batik, anyaman, dan gerabah.
Komoditas ini dinilai berdasarkan kriteria untuk bisa masuk ke program OVOP yakni seperti yang disebutkan oleh Sekretaris Direktorat Jenderal Industri Kecil Menengah dan Aneka Kemenperin, Sri Yunianti: produk harus merupakan unggulan daerah, memiliki keunikan baik dari sisi motif, desain produk, diutamakan produk yang berbahan baku lokal, memiliki pasar domestik dan terakhir memiliki kualitas serta diproduksi berkesinambungan.
Kinerja Sektor IKM di 2021
Diketahui utilitas IKM pada tahun 2021 mencapai angka 80.39 persen. Sepanjang tahun lalu nilai output-nya bertumbuh 3,58 persen menjadi Rp1.213.887 miliar dari tahun sebelumnya yakni Rp1.171.925 miliar.
Pelaku IKM juga mencapai 4,4 juta unit usaha atau berkontribusi sebesar 99,77% dari total sektor industri secara keseluruhan. Sementara itu, IKM juga mampu menyerap sebanyak 66,25% dari total 15,6 juta tenaga kerja di sektor industri.
Ini mengakibatkan capaian kontribusi industri aneka, yang termasuk di sektor IKM, terhadap PDB Triwulan III 2021 (y-o-y) sebesar 0,13 persen, dengan nilai investasi industri aneka hingga Triwulan III tahun 2021 mencapai Rp2,17 triliun.