Batu bara, bahan bakar yang berasal dari fosil kini dinilai sudah tidak ramah lingkungan. Alhasil, limbahnya pun kerap dilihat sebagai sesuatu yang tidak berguna pula. Padahal, ada nilai ekonomis di limbah abu batu bara, atau yang juga dikenal fly ash and bottom ash (FABA), lho.
FABA sendiri adalah produk sisa dari pembakaran batu bara. Batu bara yang dibakar menghasilkan produk-produk sisa berupa material yang berterbangan dan mengendap. Yang beterbangan disebut fly ash sedangkan yang mengendap disebut bottom ash.
Beberapa waktu lalu, presiden Jokowi telah menandatangani Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 2021 tentang penyelenggaraan Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup yang secara resmi mengeluarkan abu batu bara dari kategori limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3).
Peneliti Pusat Penelitian Metalurgi dan Material LIPI Nurul Taufiqu Rochman juga mengatakan bahwa limbah batu bara dan sawit memang tidak berbahaya. Lebih lanjut, limbah-limbah tersebut bisa digunakan menjadi berbagai produk,seperti batako hingga bahan jalan.
Pemanfaatan FABA di Indonesia: Hemat Anggaran Hingga Rp4.3 T
Di Indonesia sendiri saat ini sudah melakukan pemanfaatan dan menciptakan nilai ekonomis pada limbah batu bara dengan dua metode. Yakni sebagai bahan baku semen dan pembuatan batako. Diketahui, pemanfaatan limbah abu batu bara untuk campuran beton bisa menghambat anggaran infrastruktur nasional hingga Rp4.3 triliun!
Ya, limbah abu batu bara bisa menjadi bahan konstruksi alternatif menggantikan tanah liat. Seperti pemanfaatan fly ash sebagai pembuatan batu bata merah. Selain itu fly ash dari pembangkit listrik tenaga batu bara jika digabungkan dengan teknologi boiler bisa dimanfaatkan sebagai bahan konstruksi pengantis semen pozzolan.
Selain di industri konstruksi, diketahui FABA juga bisa digunakan di institusi alat berat terutama sektor pertahanan. Limbah abu batu bara bisa menjadi bahan untuk membuat bandara atau konstruksi berat lainnya.
Salah satu contoh konkret adalah pemanfaatan FABA di PLTU Tanjung Jati B yang berlokasi di Kabupaten Jepara, Jawa Tengah. Limbah abu batu bara tersebut dijadikan batako, paving dan beton pracetak yang kemudian selain dijadikan penunjang infrastruktur jalan, juga untuk merenovasi rumah di sekitar PLTU Tanjung Jati B.