Olahraga terjun payung bisa dikategorikan sebagai olahraga ekstrim yang banyak diminati oleh kaum pria di Indonesia. Namun, apakah ada perempuan Indonesia yang gemar dengan olahraga ini? Jawabannya, ada. Salah satunya adalah Naila Novaranti, perempuan kelahiran Jakarta tahun 1981 ini dikenal sebagai atlet sekaligus instruktur skydiving internasional.
Naila Novaranti juga telah terakreditasi oleh Asosiasi Parasut Amerika Serikat (USPA) dan juga merupakan pelatih skydiving warga lokal, asing dan di institusi militer.
“Saya suka jatuh bebas, karena Anda benar-benar dapat melakukan gerakan apa pun tanpa khawatir akan menabrak jendela, kaca atau apa pun. Itulah yang sangat saya sukai. Dan saya suka langit, itu sangat keren,” jelas Naila kepada CNA.
Pertama kali Naila mencoba terjun payung pertamanya adalah pada 2009. Saat itu sering melihat pendaratan para penerjun payung pada lapangan yang berada di sebelah kantor tempatnya bekerja. Karena itulah ia kemudian menimba ilmu di USPA (United States Parachute Association) di Amerika Serikat.
Sebagai seorang penerjun payung, perempuan berdarah Minang-Sunda ini telah banyak memenangkan berbagai kompetisi terjun payung di tujuh benua, yakni Amerika Utara, Amerika Selatan, Asia, Eropa, Australia, Afrika, dan Antartika.
“Antartika dan Gunung Everest adalah yang paling menantang karena cuacanya. Jadi saya sangat beruntung bisa melakukannya (terjun payung) dalam waktu singkat. Dokter (menunggu saya di Gunung Everest dan berkata: ‘Kami pikir kami akan pulang dengan membawa kantong mayat’, karena saat itu angina bertiup cukup kencang,” cerita Naila.
Diketahui Naila melompat dari Gunung Everest pada hari ulang tahunnya pada November 2018 dan terjun payung di Antartika pada Desember 2019. Atas berbagai “aksi” Naila tersebut, pada 2020, ia mendapatkan penghargaan dari Museum Rekor Dunia Indonesia (MURI).
Tercatat sejak menggeluti dunia terjun payung, Naila telah melakukan kurang lebih sekitar 7.000 lompatan dan saat melakukan lompatan tersebut ia menyebut jika terjun payung solo (sendiri) lebih memuaskan daripada berkelompok atau berdua dalam satu parasut.
“Aku menyukainya, Solo lebih baik karena Anda dapat jatuh lebih lambat dibandingkan jika Anda melompat secara tandem. Dan Anda memiliki kendali penuh atas diri Anda sendiri jika Anda mengikuti semua aturan,” tambahnya.
Sekedar informasi saja, selain terjun payung, Naila sangat menyukai olahraga lainnya seperti sepakbola, bola basket dan bulu tangkis. Sebelum menjadi seorang penerjun payung profesional dan instruktur terjun payung internasional pun, Naila pernah bekerja sebagai sekretaris di salah satu perusahaan minyak swasta.
Di masa pandemi Covid-19 saat ini, Naila belum lagi melakukan penerjunan seperti yang ia lakukan sebelum masa pandemi. Ia berharap pandemi Covid-19 seperti saat ini segera berakhir dan keadaan dapat kembali seperti semula sebelum pandemi menyerang dunia.