Apa yang terlintas di pikiran Sobat mendengar kata nelayan? Pencari ikan yang berlayar menggunakan kapal kecil? Dari Nadea Nabilla Putri, kita akan mengenal potensi ramah lingkungan lewat inovasi mesin kapal bertenaga surya.
Selama ini, kebanyakan nelayan menggunakan jukung atau perahu tradisional dari kayu. Menggerakkannya masih memakai bahan bakar fosil. Hal inilah yang menggugah Nadea, perempuan asal Bali sekaligus Putri Selam Indonesia 2017.
Gagasan Nadea bermula dari ide membuat solar fotovoltaik sebagai atap jukung. Namun perhitungan modal yang terlalu besar dinilai terlalu memberatkan nelayan. Kemudian dia beralih mengembangkan mesin penggerak elektrik untuk kapal yang dinamai Manta One.
Secara teknis, Manta One dioperasikan dengan baterai ion lithium untuk sumber daya penggerak cadik selama tiga jam berlayar. Baterai dapat diisi ulang menggunakan panel surya melalui stasiun pengisi daya (charging station) yang ditempatkan di rumah seorang nelayan.
Manta One merupakan proyek hijau yang diusung perusahaan Azura Indonesia untuk mengurangi jejak karbon dalam kehidupan masyarakat pesisir. Sejak dirintis 2018 hingga kini, Azura Indonesia memiliki dua area binaan nelayan yang menerapkan mesin Manta One, yaitu di Desa Kelan, Kuta, Badung, Bali dan Banyuwangi, Jawa Timur.
Selaku pendiri dan CEO Azura Indonesia, Nadea Nabilla Putri menjalankan upaya meringankan beban nelayan pesisir dengan mengembangkan teknologi energi ramah lingkungan untuk perahu kecil. Proyek Manta One menargetkan 10.000 unit mesin kapal bertenaga surya di Indonesia untuk mencapai pengurangan karbon sebesar 33.000 ton per tahun.
Kecintaan Terhadap Laut
Lalu, bagaimana mula-mula Nadea mulai terdorong untuk terjun membantu nelayan tradisional?
Ternyata sedari kecil, Nadea tertarik dengan dunia laut. Masa kecilnya diwarnai dengan keasyikan berenang di laut setelah diperkenalkan oleh ayahandanya. Nadea lalu mulai menyelam pada 2006. Bagi Nadea, menyelam seperti memasuki dunia yang berbeda.
Kecintaannya terhadap diving membuat alumnus Diploma Teknik Komputer di Telkom University, Bandung, itu berhasil memiliki surat izin menyelam pada 2011. Instruktur menyelamnya lantas mendorong Nadea bergabung dengan Putri Selam Indonesia.
Namun dia lebih dulu melanjutkan studi S2 Teknik Elektro di Kumoh National Institute of Technology, Korea Selatan. Pada masa akhir pascasarjananya, dia bergabung dengan Putri Selam dan terpilih sebagai runner up pertama Putri Selam Indonesia 2017. Ajang ini menjadi kesempatannya memperluas pengetahuan tentang berbagai isu.
Salah satunya pengelolaan sampah plastik yang menggugah keinginannya terlibat dalam kampanye Jakarta Beach Clean Up. Setiap 3 bulan sekali, dia mengajak orang-orang Jakarta datang ke pulau untuk melakukan pembersihan. Mirisnya, sampah yang ada di pulau sebenarnya tidak hanya berasal dari masyarakat.
“Pada kedalaman 30 meter masih menemukan sampah di dasar laut. Salah satu hal yang membuat saya gelisah ingin melakukan sesuatu juga perihal sampah ini,” ujar Nadea, seperti dilansir Koridor.co.id.
Sejak kegiatan membersihkan lapisan sampah di pantai, keprihatinannya terhadap isu lingkungan meningkat. Aktivitas itu menjadi titik balik bagi Nadea dan menggerakan Nadea untuk mengubah kariernya. Awalnya dia bekerja sebagai project manager untuk pengembangan sistem digital aplikasi ponsel.
Nadea lalu beralih memilih meninggalkan pekerjaannya, untuk merintis Azura Indonesia. Nadea punya alasan kenapa memilih memberdayakan para nelayan.
“Kami pengin bantu masyarakat pesisir melalui cara mereka memancing, supaya lebih nyaman dan sustainable,” terang Nadea.
Kini, Nadea dikenal pula sebagai pemimpin Women’s Earth Alliance 2020. Sobat penginspirasi ini tentu tak berhenti di sini saja. Dia masih terus ingin berkarya bagi pengembangan kehidupan para nelayan.