Setelah digagas sejak 2019 dan sempat terkatung-katung pembangunannya, akhirnya Museum Hak Asasi Manusia (HAM) pertama di Indonesia telah dibuka. Museum itu bernama lengkap Museum HAM Omah Munir yang terletak di Kota Batu, Jawa Timur.
Sebelumnya, mungkin Sobat sudah mengenal Omah Munir yang didirikan oleh Yayasan Omah Munir di tahun 2013. Nah, museum tersebut telah diperluas dengan bantuan dari Pemerintah Kota Batu.
Perluasan museum tersebut terjadi setelah penandatanganan kesepakatan kerja sama oleh Pemerintah Kota Batu dengan pihak Yayasan Omah Munir terkait pengelolaan museum ke depannya. Wali Kota Batu, Dewanti Rumpoko menandatangani surat kerja sama pengelolaan dengan pihak yayasan, Suciwati, selaku istri mendiang Munir di Balai Kota Among Tani Kota Batu, Senin (28/11/2022) silam.
Suciwati menghargai aksi pemerintah Kota Batu dalam menegakkan Hak Asasi Manusia lewat pembangunan museum HAM.
“Saya kira ini patut diapresiasi dan dicatat bahwa Pemkot Batu sangat berdedikasi terhadap HAM,” kata Suciwati.
Buat Sobat yang belum tau, Munir merupakan salah satu aktivis HAM yang terkenal memperjuangkan hak dan asasi manusia di Indonesia, dari memperjuangkan korban pelanggaran HAM di Tanjung Priok pada tahun 1984 hingga menginisasi investigasi terhadap kasus pembunuhan aktivis butuh Marsinah serta kasus penculikan 13 aktivis di tahun 1997 – 1998.
Naas, Munir menjadi korban pembunuhan di tengah penerbangan dari Jakarta menuju Amsterdam, Belanda pada 2004 silam yang kebenarannya belum terungkap sepenuhnya hingga hari ini.
Nah, emangnya ada apa saja sih di Museum HAM? Tentunya di museum ini menampilkan sejarah panjang para pejuang HAM Indonesia, nggak hanya Munir namun juga tokoh HAM lainnya seperti Marsinah, Baharudin serta sejumlah tokoh lainnya.
Barang-barang peninggalan pejuang HAM yang sebelumnya ada di Omah Munir juga dipajang agar pengunjung bisa menelusuri jejak-jejak pemikiran pejuang HAM dan teredukasi dari mulai baju, poster sejarah perjalanan, foto-foto Munir, sepatu, rompi anti peluru, jaket kulit, buku, poster korban penculikan bahkan hingga paspor, visa dan boarding pass milik Munir kala hendak bertandang ke Belanda dahulu.
“Bukan hanya sekadar museum, tapi juga bisa menjadi pusat pembelajaran bagi siapapun untuk menegakkan keadilan dan HAM,” tuturnya.
Museum yang tepatnya dibangun di di Kelurahan Sisir, Kecamatan Batu, memiliki kapasitas maksimal 500 orang. Dibangun di atas lahan 2.200 meter persegi, museum ini dibangun dari biaya APBD Pemprov dan juga akan difasilitasi kebutuhannya oleh pihak pemerintah Kota Batu.
Museum HAM Omah Munir ini mempunyai 3 lantai dan disebut-sebut menjadi museum yang ramah lingkungan karena tak memakai listrik terlalu banyak, ramah difabel dan ramah anak yang bisa belajar tentang Hak Asasi Manusia sejak dini.