Nama Moorissa Tjokro belakangan ini banyak diperbincangkan masyarakat di Indonesia. Pasalnya, di usia ke 26 tahun, ia berhasil menjadi salah satu dari 6 Autopilot Software Engineer, perusahan mobil ternama dari Amerika Serikat, Tesla.
Dalam pekerjaannya, Moorissa Tjokro bertugas mengecek atau mengevaluasi perangkat lunak autopilot yang ada pada mobil Tesla.
“Sebagai Autopilot Software Engineer, bagian-bagian yang kita lakukan mencakup computer vision, seperti bagaimana mobil itu melihat dan mendeteksi lingkungan di sekitar kita,” jelas Moorissa seperti dikutip beberapa media online Indonesia.
Wanita kelahiran tahun 1994 ini, sebelum dipercaya sebagai Autopilot Software Engineer Tesla ditugaskan menjadi seorang Data Scientist yang menangani perangkat lunak mobil. telah bekerja untuk Tesla sejak 2018.
“Kita pengin banget, gimana caranya bisa membuat sistem itu seaman mungkin. Jadi, sebelum diluncurkan autopilot software-nya, kita selalu ada very rigorous testing atau pengujian secara ketat dan menghitung semua resiko agar komputernya bisa benar-benar aman untuk semuanya,” tambahnya.
Saat ini, Tesla sendiri sedang meluncurkan fitur kecerdasan buatan atau full self driving versi beta. Di fitur ini, Moorissa Tjokro dilibatkan dalam penggarapannya. Full self driving merupakan tingkat tertinggi dari sistem autopilot, di mana pengemudi nantinya tidak perlu lagi untuk menginjak pedal gas atau rem saat berkendara.
Pengerjaan sistem autopilot sendiri, diakui memiliki tingkat kerumitan yang cukup tinggi dan memakan jam kerja sangat panjang. Khusus tim autopilot, bisa menghabiskan waktu kerja kurang lebih 60 sampai 70 jam kerja dalam seminggu.
Moorissa Tjokro sendiri di dunia Sains, Teknologi, Teknik, dan Matematika bukanlah orang baru. Di tahun 20011, ia berhasil mendapat beasiswa dari Wilson and Shannon Technology untuk kuliah di Seattle Central College, Amerika Serikat.
Namun, karena belum memenuhi persyaratan standar minimal umur kampus tersebut ia tidak bisa langsung kuliah di kampus ternama tersebut. Namun, karena telah memegang gelar Associate Degree (D3) di bidang sains, di tahun 2012 ia melanjutkan kuliah S1 di Georgia Institute of Technology mengambil jurusan Teknik Industri dan Statistik.
Di kampus ini, Moorissa bisa dibilang cukup aktif berorganisasi, sampai ia mendapatkan beberapa penghargaan seperti President’s Undergraduate Research Award 2014 dan nominasi Helen Grenga sebagai insinyur perempuan terbaik Georgia Tech.
Hebatnya, ia mendapat gelar S1 dengan predikat summa cum laude dan lulusan termuda di Georgia Institute of Technology. Setelah lulus S1, Moorissa sempat bekerja di salah satu perusahaan periklanan di Atlanta dan melanjutkan S2 jurusan Data Science di Columbia University, New York. Di kampus ini, lagi-lagi Moorissa mendapatkan prestasi gemilang dengan menjuarai kompetisi ilmiah bernama Columbia Annual Data Science Hackathon 2017 dan Columba Impact Hackathon 2016.
Sedikit informasi saja, bakat yang dimiliki oleh Moorissa Tjokro berasal dari sang Ayah, menurutnya ia telah terinspirasi dari pekerjaan sang Ayah yang merupakan seorang insinyur elektrik.