Mixed Feelings, sebuah program inkubasi bagi seniman, ilustrator, pelukis berbagai media yang digagas oleh seniman Atreyu Moniaga lewat Atreyu Moniaga Project (AMP) kembali hadir dengan pameran seri terbarunya yaitu Mixed Feelings: Of All the Odds. Pameran ini menampilkan 4 karya seniman muda Indonesia, antara lain, Adriel Ari, Juju Sant, Karin Josephine dan Yen Melia Andreas.
Sampaijauh.com berkesempatan menghadiri secara langsung pameran Mixed Feelings: Of All the Odds tersebut di Tirtodipuran Link, Yogyakarta. Dibuka sejak Jumat (21/10/2022), pameran ini akan berlangsung hingga 11 Desember 2022
Sama seperti sneak peek pada acara jumpa pers bersama Atreyu Moniaga dan seniman Mixed Feelings pada Kamis (29/9) lalu, pameran kali ini berisi seluruh koleksi lengkap dari karya-karya yang telah dibuat. Di Tirtodipuran Link, para pengunjung bisa melihat dan menikmati langsung karya-karya yang tak hanya dipajang namun juga diperjualbelikan jika ada pengunjung yang tertarik ingin membeli.
Nah, buat Sobat yang ingin melihat tampilan lukisan yang dipamerkan oleh seniman Mixed Feelings di pameran Of All the Odds tapi berada jauh di Yogyakarta, bisa simak paparan lengkap di bawah ini:
Karya Seniman Mixed Feelings 05: Of All the Odds
Naik ke lantai 2 Tirtodipuran Link, Sobat bakal disambut dengan sudut-sudut yang dindingnya terdapat koleksi lukisan para seniman.
Dimulai dari sudut pertama setelah tangga, ada karya Adriel Ari, member Mixed Feelings 05 yang pertama bergabung di Atreyu Moniaga Project. Total lukisan yang berada dalam koleksi Mantra milik Adriel adalah 11 buah. Pada karyanya kali ini, Adriel menggunakan watercolor on paper dengan ukuran yang bervariasi.
Lukisannya juga disusun menjadi 3 bagian sesuai dengan 3 warna dominan; ungu biru dan hijau. Sesuai pula dengan 3 nilai-nilai utama yang selama ini selalu dipegang teguh dalam hidupnya; struggle, hope (harapan) dan gratitude (rasa syukur).
“Saya melukis untuk memproyeksikan diri saya ke depannya mau seperti apa. Jadi ada nilai-nilai yang di-keep dan dicapai. Jadi kalau orang familiar dengan terminologi Daily Dose of Mantra, jadi inilah ceritanya. Kalau mantra bisa disimplifikasi 3 kata ya itu struggle, hope dan gratitude,” jelas Adriel.
Semua lukisan Adriel, termasuk 3 karya tambahan yang ia jadikan surprise debut di ‘Art Jakarta Gardens’ pada April 2022 silam diselesaikan dalam waktu 8 bulan.
Moving on ke sisi sebelahnya, ada karya dari Juju Sant yang bertemakan A Constant Battle Within terdiri dari 9 lukisan di koleksinya. Temanya mengangkat peperangan dalam diri yang tak pernah berakhir yang mana setiap orang bisa memilikinya dari hal kecil maupun hal besar sekalipun.
“Dari karya-karya saya, lebih banyak mengarah pada paradigma sosial dan juga berangkat dari pengalaman-pengalaman dan pola pikir pribadi saya selama ini. Jadi kalau bisa dibilang, karya-karya saya melambangkan kehidupan sehari-hari,” ujar Juju.
Di karya Juju ada suatu figur yang menarik perhatian yaitu dengan Monyet Muka Merah, “Monyet selain spesiesnya deket dengan manusia, monyet kan banyak kesamaan. Dari naluri dasar hingga kebiasaan,” jelas Juju. Ternyata Monyet Muka Merah juga punya sistem kasta. Semakin merah maka kasta monyet adalah yang paling tertinggi. Satu kesamaan lagi dengan manusia yang juga hidup mempunyai kasta.
Kalau dilihat, ada beberapa ornamen yang ditambahkan ke lukisan monyet muka merah seperti senjata, tas, memakai helm, ditemani burung hingga bahkan memiliki granat didadanya. Semuanya memiliki arti tersendiri. Bahkan dari pola-pola tak beraturan dan garis-garis juga menggambarkan semak belukar kehidupan dan jejak yang ditinggalkan di kehidupan.
Jika ditanya tentang battle terbesar dalam hidupnya Juju mengatakan lebih ke arah aktualisasi diri.
“Jadi peperangan yang aku hadapi ini adalah di mana aku ingin berkarya mengejar impian tapi juga harus bisa kerja keras bantu keluarga,” jelas Juju.
Namun dengan melukis dan berkontemplasi, Juju mengatakan kegiatan ini bisa membantu menentukan langkah hidup ke depannya.
Selanjutnya ada Karin Josephine yang tampil dengan karya mix media. 44 karya yang ada di koleksi Karin bertajuk Study of Self Composure II. Sesuai namanya, karya seni ini merupakan cara Karin untuk tetap ‘waras’ dan terlihat tenang dari luar. “Ini hasil dari refleksi diri,” Karin memulai ceritanya.
Karin mempunyai isu dengan hearing loss. Kondisi ini juga berdampak pada proses komunikasi, sulit menerima informasi dan sempat membuatnya porak-poranda. Semua karya seni yang dibuatnya lah merupakan hasil refleksi diri dari usaha adaptasi dengan alat bantu dengar.
Koleksi karya Karin juga didominasi dari kolase daur ulang barang bekas pakai; kertas, pena, kardus, kipas tangan, benang dan masih banyak lainnya.
“Awalnya dari kertas, lalu dari sisa kawat, gulungan bon, kardus bekas, sisa-sisa kipas, benang, bahkan kanvas juga sisa karya yang tak dipakai,” ungkap Karin.
Selain itu Karin juga mempunyai pandangan sendiri terhadap barang-barang yang jadi unsur utama pada karyanya.
“Jadi aku melihat material bekas ini jadi kesempatan kedua untuk jadi karya. Terus jadinya aku lihat juga (karya) sebagai daur ulang emosi,” tandasnya.
Karya Karin didominasi warna putih. Sebagaimana ia mencoba menata ulang hidupnya kembali dari awal. Terlihat dari karyanya yang bertajuk “Blank Slate”.
“Blank Slate aku menyimpulkannya kaya awal permulaan lagi setelah aku refleksi diri dan gejolak di karya sebelumnya, ini aku maksudkan starting point, warnanya putih seperti kanvas,” tutup Karin.
Di karya ini juga lebih banyak detail barang daung ulang yang disematakan, menggambarkan alur perjalanan yang meski terjal namun harus tetap lanjut sampai to the next.
Terakhir ada karya Yen Melia Andreas, yang termuda di kumpulan 4 seniman Mixed Feelings. Koleksi lukisan Yen bertajuk Yen Garden dengan jumlah 15 lukisan yang diselsaikan dalam waktu 3 bulan.
“Lukisan aku ini konsepnya self-potrait yang dipenuhi tanaman dan bunga yang berkaitan dengan pengalaman aku sebelumnya,” tandas Yen Melia Andreas.
Terkait memilih bunga, Yen menjelaskan bahwa bunga itu memliki sifat tersendiri, misalnya bunga yang kuat diterjang apapun, melambang diri yang juga kuat. Ada putri malu yang menggambarkan sifat pemalu, bunga yang tumbuh di musim semi melambangkan ranum bahkan hingga bunga pemakan bangkai.
“Bunga tak hanya keindahan, namun kalau dipelajari lebih dalam, mereka punya karakteristik masing-masing. Bisa diartikan ke banyak hal,” tambahnya.
Representasi Yen sebagian seniman muda wanita juga terlihat dari pemilihan warna yang cenderung soft. Jika dia adalah warna, maka warna-warna yang lemah lembut inilah yang menggambarkan dirinya. Selain itu, melalui lukisannya Yen juga ingin memperteguh bahwa seni tak hanya sekadar pekerjaan yang mempunyai stigma ‘cuman melukis’ namun juga bisa menghidupi diri sendiri dan wanita bisa menjadi apa saja yang diinginkan.
“Ini (lukisan) adalah proses realisasi menuju dan menyadar bahwa tak ada boundaries untuk menjadi apa saja,” tutup Yen.
Nah itu dia, Sobat rangkuman dari karya-karya 4 seniman Mixed Feelings yang sekarang lagi pameran di Tirtodipuran Link, Yogyakarta. Kalau kamu tertarik ketika melihat di foto dan penasaran bertemu langsung karya dan para seniman, kamu bisa banget langsung cus ke pameran Tirtodipuran Link yang masih bakal terus ada hingga 11 Desember 2022 mendatang atau lihat potret-potretnya di artikel ini, ya!