Stunting masih menjadi salah satu masalah di Indonesia yang masih krusial, Sob. Bagaimana tidak? Plt. Direktur Gizi dan Kesehatan Ibu & Anak, Kementerian Kesehatan (Kemenkes), Lovely Daisy mengatakan dari hasil Survei Status Gizi Indonesia (SSGI) sebanyak 18,5% bayi yang terlahir di Indonesia dinyatakan stunting sejak usia 0-6 bulan.
Jumlahnya bukan main-main kan, Sob? Oleh karena itu, untuk mengurangi jumlah angka bayi stunting di Indonesia mesti dilakukan pencegahan, dengan cara intervensi sejak dini. Intervensi dibagi menjadi dua, yaitu spesifik dan sensitif.
“Kalau di Kemenkes lebih fokus yang spesifik, jadi langsung ke sasarannya. Mulai dari sebelum hamil, remaja, pada saat hamil, dan pada saat bayi lahir sampai usia 5 tahun,” ucap Daisy dalam pemaparannya di acara Media Gathering & Talkshow dari Yayasan Edufarmers, Jakarta, pada Rabu (26/7).
Mirisnya, sejauh ini banyak remaja putri di Indonesia yang menderita anemia sehingga harus diberikan tablet penambah darah. Nggak hanya itu, banyak kaum ibu di Indonesia kekurangan energi kronis. Guna mengurangi hal-hal tersebut, pihak Kemenkes pun melakukan beberapa langkah preventif.
Pertama, bila remaja putri banyak yang anemia, pihaknya akan memberikan obat tablet penambah darah yang targetnya kepada pelajar kelas 1 SMP dan 1 SMA.
“Anemia tidak bisa satu kali seminggu untuk penambah darahnya, tapi harus butuh terapi,” kata Daisy.
Untuk mendeteksi stunting sendiri bisa terlihat dari dampak yang dibawa oleh kebiasaan ibu saat hamil. Maka, sudah semestinya ibu hamil dianjurkan untuk makan makanan yang banyak dan bergizi. Hal ini guna mencegah stunting se-dini mungkin.
Begitupun kepada ibu yang sudah melahirkan. Demi mencegah stunting di fase ini biasanya akan disarankan untuk memberikan ASI eksklusif dan pertumbuhan bayi yang harus dipantau setiap bulan. Lantaran pertumbuhan bayi termasuk indikator untuk mendeteksi stunting.
“Karena anak yang normal setiap bulannya harus naik berat badannya, tapi kalau berat badannya tetap, atau kurus, atau naik tidak sesuai harapan itu pasti ada sesuatu. Maka penting penimbangan itu dilakukan setiap bulan,” jelasnya.
Kemudian dari pertumbuhan bayi juga bisa mendeteksi masalah gizi pada bayi atau balita. Menurut Daisy mencegah masalah gizi pada balita selain dilakukan intervesi, yaitu memberikan protein hewani.
Pada dasarnya di dalam kandungan protein hewani berkhasiat untuk pertumbuhan anak dan mencegah stunting. Selain itu, hal yang bisa dilakukan juga dengan imunisasi untuk penyakit-penyakit yang masuk pada bayi.
“Yang penting adalah pencegahan stunting. Jangan sampai stunting. Kalau sudah terjadi stunting bakal kelihatan pertumbuhan otaknya,” tandas Daisy.
Santosa untuk Anak Nusantara (SAN)
Nah, demi memenuhi kebutuhan gizi yang baik demi percepatan penurunan angka stunting, baik pada ibu hamil, remaja, dan ibu setelah melahirkan, salah salah satu cara yang dilakukan adalah seperti program Santosa untuk Anak Nusantara (SAN) yang dicanangkan oleh Yayasan Edufarmers International. Program ini berfokus pada telur dan protein.
“Kami sudah menjalankan program ini di 3 wilayah yaitu yang pertama adalah Kota Cirebon, Kabupaten Malang, dan Kabupaten Maros. Dalam program SAN ini kami melakukan intervensi menggunakan telur dikarenakan telur memiliki berbagai manfaat untuk perkembangan anak dan dinilai efektif dalam menangani stunting,” jelas Meigie silviana selaku Head of Stunting Prevention Program Edufarmers.
Selain itu, Edufarmers juga melakukan monitoring dan ke posyandu pada setiap bulan di masyarakat guna melakukan pemantauan terhadap pertumbuhan anak demi mencegah stunting.
Itulah upaya-upaya yang bisa dilakukan untuk mengurangi jumlah angka stunting pada anak, baik lewat kebijakan pemerintah seperti dari Kementerian Kesehatan maupun program Santosa untuk Anak Nusantara dari Yayasan Edufarmers Internasional.