Di antara beberapa tokoh legendaris dari Kota Jakarta, ada tiga tokoh yang menarik buat Sobat ketahui. Mereka adalah Si Pitung, Benyamin Sueb, dan Ismail Marzuki yang melekat dengan budaya Betawi. Yuk, kita mengenal sampai jauh lagi tentang tiga legenda Betawi lewat artikel ini.
Bagaimana kisah hidup dan ketokohan mereka? Mengapa mereka jadi begitu dikenang?
1. Si Pitung dari “Pituan Pitulung”
Si Pitung merupakan sosok legendaris orang Betawi dari Rawa Belong yang jago bela diri. Dengan kelihaian silat, Si Pitung yang bernama asli Ahmad Nitikusumah menggunakannya untuk tujuan yang kurang elok. Yaps, Ahmad Nitikusumah dikenal sebagai perampok ulung pada abad ke-19.
Menurut versi resmi pemerintah kolonial Belanda, Nitikusumah giat beraksi merampok pada 1892–1893. Namun pilihan menjadi perampok bukan tidak beralasan. Pemicunya adalah kejadian perampokan yang dialami keluarganya saat dia remaja berumur 15 tahun. Kala itu, hewan dan ternak milik orang tuanya dirampas oleh orang Belanda dan Tionghoa.
Lebih dari itu, komplotan bandit Belanda dan Tionghoa juga merampok uang dari hasil berjualan kambing ayahnya. Hal ini membuat perasaan Nitikusumah yang membantu merawat dan menjual ternak kambing menjadi terpukul. Dia menjadi sakit hati dan dendam kepada orang-orang kaya.
Dia lalu berniat membalaskan kejahatan perampok dengan belajar ilmu bela diri. Keputusan ini mengubah sekaligus membentuk jalan hidupnya. Dia “berjodoh” dengan sebuah perguruan silat bernama Pituan Pitulung pimpinan Haji Naipin di kawasan Rawa Belong, Jakarta Barat.
Melansir CNN Indonesia yang mengutip sumber Kitab Al Fatawi, nama perguruan tersebut juga disingkat menjadi Pitung. Di sanalah Ahmad Nitikusumah dijuluki sebagai Si Pitung. Julukan ini diberikan karena dia merupakan orang yang paling jago dan lihai beradu silat gerakan cingkrik yang diinspirasi gerak-gerik hewan ular, monyet, dan macan.
Dia tekun mempelajari bela diri hingga dia paling sering melawan orang Belanda dan berhasil menemukan dan menghajar habis bandit-bandit Belanda yang dahulu merampok ternak keluarganya. Namun, Nitikusumah yang di kemudian hari dikenal banyak orang sebagai Si Pitung tidak berlewah-lewah dengan hasil rampokan.
Melansir Historia, Si Pitung membagikan hasil rampokan kepada rakyat kecil yang ditemuinya. Karena itu, Si Pitung lantas dianggap sebagai pemberontak dan musuh bebuyutan Belanda, tapi di sisi lain pahlawan bagi orang-orang Betawi.
Kendati begitu, catatan lain menyebut bahwa versi lain Si Pitung yang berjumlah tujuh orang. Abdul Chaer dalam buku Mencari Si Pitung: Kontroversi Jago Jago Betawi menuliskan, “Pitung” berasal dari bahasa Cirebon yang merupakan akronim dari Pituan Pitulung. Pitung merupakan kawanan perampok yang terdiri atas tujuh orang. Pada akhirnya, sosok Si Pitung yang dikenal umum ialah Si Pitung yang tunggal.
Buku Tenabang Tempo Doeloe karya Abdul Chaer mencatat akhir hayat Si Pitung tertembak oleh Komandan Polisi Scott Heyne. Info ini merujuk pemberitaan koran Hindia Olanda dan Locomotif edisi Oktober 1983. Sejak Juni 2022, untuk mengenang sosok dan spirit kepahlawanan Bang Pitung, namanya diabadikan sebagai nama jalan menggantikan Jalan Raya Kebayoran Lama di Jakarta Selatan.
2. Benyamin Sueb
Buat Sobat dari generasi Z yang masih asing dengan nama legenda Betawi satu ini, mungkin kamu perlu mengingat-ingat. Ada sebuah film panjang Indonesia yang mengungkap cerita dan sosok Benyamin Sueb, berjudul Benyamin Biang Kerok (2018). Diperankan oleh aktor Reza Rahadian, ketokohan Benyamin Sueb digambarkan kental dengan bakat menyanyi.
Benyamin dilahirkan di Kemayoran, Batavia, 5 Maret 1939 dari pasangan ayah-ibu Suaeb dan Aisyah. Sebelum tinggal di Batavia, nama asli ayahnya adalah Sukirman. Benyamin memulai Sekolah Dasar (dulu Sekolah Rakyat) Bendungan Jago. Semasa kecil, bersama saudara-saudaranya, Benyamin membentuk grup Orkes Kaleng.
Kesuksesan dalam dunia musik diawali dengan bergabungnya Benyamin dengan satu grup Naga Mustika. Grup yang berdomisili di sekitar Cengkareng, Jakarta Barat ini kemudian mengantarkan nama Benyamin sebagai salah satu penyanyi terkenal di Indonesia.
Hingga meninggal pada usia 56 di Jakarta pada 5 September 1995, Benyamin S. dikenal sebagai pelawak, aktor, sutradara, dan penyanyi Indonesia yang menghasilkan lebih dari 75 album musik dan 53 judul film.
Di layar sinema, Benyamin tenar setelah berpasangan dengan Ida Royani. Peranan utama pertamanya, Intan Berduri (1972), menghasilkan Citra pertama pada FFI 1973. Citra kedua digaetnya lewat Si Doel Anak Modern (FFI 1976). Selain membintangi puluhan film lain, Benyamin kemudian merangkap produser di sebuah rumah produksi Ji’ung Film.
Sesudah meredup pada 80-an, namanya melejit lagi dalam serial TV Si Doel Anak Sekolahan I dan II (1994 dan 1995). Juga muncul dalam produksi sendiri yang dia sutradarai, Mat Beken (1995) sebagai sinetron perpisahan.
Bahkan, intro lagu grup vokal penyanyi ABBA yang berjudul “Gimme! Gimme! Gimme! (A Man After Midnight)” dianggap menyerupai intro lagu “Bul Bul Efendi” milik Benyamin S. Nah loh?!
View this post on Instagram
3. Ismail Marzuki alias ‘Maing’
Dikenang menjadi nama kompleks gedung dan wadah komunitas seni di Jakarta Pusat, nama Ismail Marzuki moncer sebagai komponis. Beberapa ciptaannya ialah lagu “O Sarinah”, “Gugur Bunga”, “Melati di Tapal Batas”, “Rayuan Pulau Kelapa”, “Halo-Halo Bandung”, “Indonesia Pusaka” dan “Juwita Malam”.
Lahir di Kampung Kwitang, Senen, Jakarta Pusat, 11 Mei 1914, Ismail dikenal dalam lingkaran kerabatnya dengan sapaan Mail atau Maing. Ayahnya, Marzuki Saelan, adalah sosok yang cukup disegani di kawasan Kwitang saat itu. Dia juga aktif di kelompok musik di tempat tinggalnya.
Menurut catatan budayawan Betawi Yahya Andi Saputra, masa hidup Maing benar-benar dipergunakan dengan produktif untuk kemaslahatan tanah air, bangsa dan negara. Rentang hidupnya hanya 44 tahun, yakni wafat pada 25 Mei 1958.
Namun, tercatat Maing telah membuat lebih dari 200 judul lagu, baik lagu nasional hingga keroncong. Aliran musik yang juga ditekuni Ismail adalah jazz, hawaii, dan seriosa atau klasik ringan.
Salah satu dari tiga legenda Betawi ini tak sekadar mencipta lagu, tapi betul-betul menyesuaikan dengan zaman, kebutuhan serta kondisi kemasyarakatan. Maka dari itu, lagu-lagu Ismail Marzuki terus mengikuti tahap-tahap perjuangan bangsa; dimulai dari masa menjelang proklamasi, disusul masa pertempuran yang terjadi di seluruh penjuru tanah air.
Lagu “Gugur Bunga”, misalnya, merekam masa kelam dan memilukan saat puluhan hingga ratusan ribu pahlawan gugur. Salah satu dari tiga legenda asli Betawi ini juga peka terhadap kondisi masyarakat Jakarta di masa silam. Dalam lagu “Hari Lebaran”, dia menulis lirik yang bermaksud meledek cara orang kota dan desa merayakan Lebaran.
Apresiasi bangsa Indonesia terhadap komponis asal Betawi ini salah satunya dengan mengabadikan nama Ismail Marzuki sebagai pusat kesenian, yaitu Taman Ismail Marzuki (TIM) di Cikini, Jakarta Pusat. TIM seringkali menyajikan agenda kesenian pengisi waktu senggang di akhir pekan. Ismail Marzuki juga telah dinobatkan sebagai pahlawan nasional Indonesia pada 2004.
Nah, itu tadi tiga legenda Betawi yang Sobat perlu tahu.
Menyambut ulang tahun ke-496 Kota Jakarta, Sampaijauh.com menyajikan kisah menarik dan informatif “Tentang Jakarta”. Secara berurut hingga ujung pekan bulan Juni 2023, terdapat sejumlah konten artikel seputar seluk-beluk dalam ibu kota Republik Indonesia ini.
Ya, konten “Tentang Jakarta” ingin menjadi teman bagi Sobat merayakan kemeriahan ultah Jakarta, juga sekalian itung-itung mengenang Jakarta sebelum ibu kota pindah ke Kalimantan Timur. Betul nggak, Sob? He-he-he.