Akhir tahun 2022 lalu, pemerintah Indonesia telah mengumumkan pelarangan ekspor bijih bauksit yang akan dimulai pada Juni 2023. Sebagaimana telah diberitakan, larangan itu dimaksudkan agar hasil olahan material bauksit dapat dikembangkan dan diserap pemanfaatannya bagi kebutuhan industri di dalam negeri. Nah, untuk tau lebih jauh, mari mengenal tantangan hilirisasi bauksit dan ragam olahannya lewat artikel ini!
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto meyakini larangan ekspor bijih bauksit tersebut akan menguntungkan Indonesia. Pelarangan ekspor akan diberlakukan bagi seluruh bauksit mentah hingga bauksit yang telah dicuci.
Larangan ekspor tersebut diyakini dapat menghemat devisa sebesar 2 miliar dolar AS. “Sekarang jumlah daripada impor aluminium oleh Indonesia itu 2 miliar dolar AS tentu dengan adanya pabrik berproses di Indonesia 2 miliar dolar AS ini menjadi penghematan devisa,” kata Airlangga, dikutip dari Tirto.id.
Airlangga juga menambahkan, bauksit mentah nantinya akan diproses menjadi alumina. Dari alumina akan masuk menjadi aluminium. Seperti nilai ekspor bauksit dari hasil pencucian dapat dikompensasi dari investasi dan penghematan devisa impor aluminium. Nilai ekspor bauksit setelah dicuci mencapai 500–600 juta dolar AS per tahun.
Dalam proses hilirisasi tersebut, diperlukan pengembangan pabrik pengolahan atau smelter pemurnian bijih bauksit. Sejauh ini, baru ada tiga smelter bijih bauksit di Indonesia. Pertama, smelter yang dikelola PT Indonesia Chemical Alumina di Kalimantan Barat berkapasitas produk hasil 300.000 ton CGA (chemical grade alumina). Kedua, PT Well Harvest Winning mengelola smelter dengan kapasitas 1,8 juta ton alumina per tahun di Kalimantan Barat. Adapun PT Indonesia Asahan Aluminium (Persero) memiliki fasilitas smelter di Sumatera Utara.
Dukungan Smelter dan Peta Jalan
Lalu agar siap dengan tantangan dalam hilirisasi bauksit, mengenal lebih jauh beserta ragam olahannya!
Ketua Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia Arsjad Rasjid memandang potensi sumber daya alam yang dimiliki Indonesia sangat besar peluangnya untuk dieksplorasi. Maka dari itu, hilirisasi perlu dimaksimalkan.
”Indonesia diberkahi sumber daya mineral sehingga membutuhkan hilirisasi supaya ada nilai tambah dan memacu pertumbuhan ekonomi,” ujarnya, dilansir Harian Kompas.
Menurut Arsjad, selain membangun smelter sebanyak-banyaknya, eksplorasi perlu didukung peta jalan atau konsep hilirisasi industri secara komprehensif. Dia menyebut, dorongan hilirisasi dapat mempercepat penguatan industri dalam mengolah bauksit menjadi produk aluminium ingot pada tahun 2025.
Berdasarkan dokumen Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, pemurnian (refinery) bauksit menghasilkan CGA dan smelter grade alumina (SGA). Di tahap pemurnian (smelting), SGA menghasilkan lebih banyak produk, yakni ingot dan aluminium primer. Produk ingot tersebut menghasilkan beragam turunan, seperti aluminium berbentuk scrap, billet, rod, plate, bar, sheet, tube, dan foil.
Di akhir, produk-produk turunan itu selanjutnya perlu diolah untuk menjadi komponen alat transportasi, kemasan makanan, furnitur, komponen elektronik dan mesin, bahan bangunan, dan material tabung gas bertekanan tinggi.
“Aluminium ingot dapat terdiri atas bermacam bentuk, itu juga dibutuhkan oleh industri pesawat terbang, kapal, otomotif, dan konstruksi,” kata Arsjad menambahkan.
Deskripsi Olahan Bauksit
Beberapa jenis olahan bauksit di atas perlu kamu ketahui lebih jauh, Sob. Apa saja deskripsi dan perbedaannya?
Alumina
Alumina adalah nama mineral dari aluminium oksida yang merupakan sebuah senyawa kimia dari aluminium dan oksigen. Alumina atau aluminium oksida memiliki rumus kimia Al2O3. Aluminium oksida adalah penghambat panas dan listrik yang baik. Berton-ton alumina umumnya digunakan dalam pembuatan zeolit, pelapisan pigmen titania, dan pemadam api. Hasil olahan alumina antara lain beberapa jenis ampelas dan pembersih CD/DVD.
Aluminium
Sementara itu, aluminium merupakan penghantar listrik dan panas yang baik dengan bobot ringan tetapi kuat. Aluminium dapat ditempa menjadi lembaran, ditarik menjadi kawat, dan diekstrusi menjadi batangan. Aluminium juga tahan karat atau korosi.
Penggunaan aluminium kebanyakan menjadi kabel bertegangan tinggi. Ia pun secara luas dipakai sebagai bingkai jendela dan badan pesawat terbang. Sebagai perabot rumah tangga, aluminium mewujud antara lain sebagai panci, botol minuman ringan, dan tutup botol. Aluminium juga digunakan untuk melapisi lampu mobil dan compact disks.
Aluminium Ingot
Aluminium ingot merupakan aluminium batangan yang biasanya akan dilebur ulang untuk dijadikan berbagai macam produk. Sebut saja untuk bahan material otomotif yaitu velg, hingga komoditas kemasan seperti kaleng makanan dan minuman.
Aluminium Billet
Aluminium billet bentuknya mirip seperti pipa-pipa panjang. Kegunaan dari aluminium billet juga sangat penting bagi pembangunan lho, karena dapat dipakai untuk bahan konstruksi bangunan.
Menakar Kesiapan Industri
Ternyata bauksit punya bermacam ragam olahannya, ya. Lalu mengenal tantangan dalam hilirisasi bauksit tentu nggak boleh dilewatkan, Sob.
Pelarangan ekspor yang diumumkan pemerintah juga berlaku untuk mineral logam lainnya. Meskipun potensi pengembangan dan manfaat hilirisasinya besar, ternyata hilirisasi untuk bauksit dinilai belum siap. Sebagaimana dikatakan Pelaksana Harian Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Bauksit dan Bijih Besi Indonesia (APB3I), Ronald Sulistianto, industri di Tanah Air sama sekali belum sepenuhnya siap melakukan hilirisasi pengolahan bauksit.
“Karena memang banyak masalah yang timbul. Itu kalau dilihat dari proses sekarang sampai dengan Juni (2023) saya yakin betul bahwa tidak akan ada smelter terbaru,” kata Ronald.
Dari sisi jumlah smelter, menurut dia, pabrik pengolahan dan pemurnian untuk bijih bauksit yang tersedia tak sebanding dengan jumlah olahan material alumina yang mencapai 4,3 juta ton setiap tahun. Padahal, ongkos pembangunan smelter terbilang mahal, terlebih bila harus dikembangkan secara mandiri.
Ronald memperkirakan, membangun smelter untuk kapasitas 2 juta ton olahan per tahun membutuhkan capital expenditure (capex) atau modal belanja hingga 1,2 miliar dolar AS. Kabar buruknya, sejauh ini pemerintah tidak mau menerima proposal pembiayaan dari pelaku industri.
Hmm.., memang kudu dibahas bareng ya, Sob, antara pemangku kebijakan dan pelaku industri tambang. Menurut kamu, apakah hilirisasi industri bauksit ini bakal berhasil?