Siapa tak mengenal Soekarno? Yap, Presiden Pertama Republik Indonesia ini memang berhasil menorehkan sejarah di Tanah Air hingga internasional. Jiwanya yang kharismatik serta pintar memang menjadi ciri khas tersendiri dari pria kelahiran Blitar ini.
Soekarno atau yang kerap disapa dengan Bung Karno lahir dari keluarga bangsawan yakni ayahnya bernama Raden Soekemi Sosrodihardjo dan ibunya bernama Ida Ayu Nyoman Rai. Lahir pada 6 Juni 1901, Soekarno kecil beruntung karena sempat mengenyam pendidikan di masa tersebut. Saat itu, dirinya disekolahkan di Eerste Inlandse School di mana ayahnya juga bekerja menjadi guru di sana. Akan tetapi, kemudian Soekarno dipindahkan pada tahun 1911 menuju ELS (Europeesche Lagere School) sebuah lembaga pendidikan setingkat sekolah dasar. Selepas dari ELS, Soekarno masuk di HBS (Hogere Burger School) yang ada di Surabaya.
Setelah menamatkan pendidikan di HBS, Soekarno berpindah ke rumah H.O.S Tjokroaminoto yang tak lain merupakan sahabat ayah Soekarno. Sebagai informasi, H.O.S Tjokroaminoto adalah tokoh pendiri organisasi Islam yakni Sarekat Islam (SI). Dari sinilah, Soekarno berkenalan dengan dunia politik serta mengenal tokoh-tokoh pemimpin seperti H. Agus Salim.
Tidak berhenti di HBS, Soekarno melanjutkan pendidikannya ke Technische Hoge School atau sekarang menjadi ITB. Selepas dari THS, dirinya mendapatkan gelar insinyur di tahun 1926.
Sedari kecil hingga remaja, Soekarno begitu berbakat dalam diplomasi. Maka dari itu, dirinya mulai mempelajari dunia pidato dan berpolitik. Dari ketekunannya di dunia pidato tersebut, Soekarno mulai memupuk sosok berwibawa, kharismatik, sekaligus memberanikan diri untuk mendirikan kelompok belajar (Algemeene Studie Club) yang merupakan cikal bakal berdirinya PNI (Partai Nasional Indonesia) di tahun 1927.
Tujuan Soekarno membuat PNI tersebut adalah untuk mengusir para penjajah dan mewujudkan kemerdekaan yang sangat dicita-citakan oleh bangsa Indonesia. Berawal dari berdirinya PNI inilah, sosok Soekarno mulai dikhawatirkan oleh penjajah. Sehingga menyebabkan dirinya dipenjara bahkan diasingkan oleh Belanda.
Ir. Soekarno dibebaskan setelah masa penjajahan Jepang pada tahun 1942. Di awal penjajahan, Jepang tidak terlalu memperhatikan tokoh-tokoh pergerakan Indonesia. Namun, Soekarno dan para tokoh pendiri bangsa lainnya tidak diam untuk memperjuangkan kemerdekaan. Sampai pada akhirnya, penjajah Jepang mulai menyadari kemampuan tokoh-tokoh kemerdekaan ini, termasuk Soekarno.
Untuk meraih kemerdekaan, Soekarno dan tokoh kemerdekaan lainnya berusaha sekuat tenaga agar penjajah segera menyingkir dari Indonesia. Dengan menyusun dasar-dasar pemerintahan negara, Pancasila, UUD 1945, dan teks proklamasi, penjajah pun akhirnya mundur dari Indonesia dan mengakui kemerdekaan Tanah Air.
Setelah perjuangan yang panjang dan tidak muda, akhirnya tercatat dalam sejarah pada 17 Agustus 1945, Soekarno dan Mohammad Hatta memproklamasikan kemerdekaan Indonesia. Sehari setelahnya, pada sidang PPKI di tanggal 18 Agustus 1945, Ir Soekarno dipilih menjadi Presiden Republik Indonesia yang pertama.
Masa pemerintahan Soekarno berakhir saat dirinya meninggal pada 21 Juni 1970. Dirinya menghembuskan nafas terakhir di Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat (RSPAD) Gatot Subroto, Jakarta. Beliau dimakamkan di Blitar, berdekatan dengan makam ibundanya.
Walaupun telah tiada, Ir. Soekarno sebagai Bapak Proklamasi ini sangatlah berjasa bagi Indonesia. Hingga akhir hayatnya, Soekarno masih dikenang di Indonesia maupun internasional. Beberapa negara mengabadikan namanya melalui berbagai instrumen, seperti Jalan Ahmed Soekarno di Mesir, Rue Soekarno di Maroko, Jalan Soekarno di Pakistan, Soekarno Square di Peshawar, Soekarno Bazar di Lahore, Masjid Soekarno di St. Petersburg Rusia, dan perangko bergambar seri Soekarno, bersanding dengan Fidel Castro dan Che Guevara di Kuba.
Selain itu, Soekarno juga sempat menorehkan sebuah ideologi yang dikembangkannya, Marhaenisme. Ideologi ini merupakan hasil pengembangan Soekarno terhadap pemikiran Marxisme yang diterapkan sesuai dengan kondisi kultur di Indonesia.
Konon, Soekarno mendapatkan ilham untuk merumuskan ideologi ini setelah bertemu dengan seorang petani bernama Marhaen sekitar tahun 1926-1927.
Marhaen digunakan sebagai alat perjuangan Soekarno dan PNI untuk mengangkat harkat hidup kaum Marhaen. Yang di maksud dengan kaum Marhaen di sini adalah rakyat yang lemah karena ditindas oleh kolonialisme.
John D. Legge menyebut bahwa Marhaen sebenarnya istilah yang sudah lazim dipakai pada media 1927. Itu adalah istilah bahasa Sunda yang maknanya sama dengan kata “kromo” atau rakyat kecil dalam bahasa Jawa.
Dalam buku Sukarno Muda: Biografi Pemikiran 1926-1933, Soekarno mendefinisikan Marhaen sebagai, “..orang yang memiliki alat-alat yang sedikit, orang kecil dengan milik kecil, dengan alat-alat kecil, sekedar cukup untuk dirinya sendiri. Bangsa kita yang punya puluhan juta jiwa, yang sudah di melaratkan, bekerja bukan untuk orang lain dan tidak ada orang bekerja untuk dia. Tidak ada penghisapan tenaga seseorang oleh orang lain. Marhaenisme adalah Sosialisme Indonesia dalam praktik,” demikian Sukarno menjelaskannya (hlm. 75).
Popularitas Marhaen semakin meluas saat Soekarno menjabarkan dalam pledoi miliknya yang berjudul Indonesia Menggugat di Landraad Bandung tahun 1930.