Kabar konflik aparat keamanan versus warga di Pulau Rempang baru-baru ini sangat merisaukan. Kericuhan terjadi akibat warga di Pulau Rempang yang tak terima bila harus angkat kaki dari tanah yang telah mereka diami turun-temurun sejak ratusan tahun silam. Sebenarnya semenarik apa ya, Sob, Pulau Rempang itu? Mari mengenal Pulau Rempang lewat artikel ini!
Sebagai bagian dari rencana proyek strategis nasional, sebagian atau seluas 7.572 hektare lahan di Pulau Rempang akan dibangun Rempang Eco-City. Rencananya, di kawasan itu bakal dikembangkan kawasan Wisata Terpadu Eksklusif (KWTE) yang terintegrasi dengan area industri dan perdagangan. Harapan dari proyek ini sih, demi ingin dapat bersaing dengan negara tetangga, seperti Singapura dan Malaysia.
Denger-denger nih, Sob, pemerintah pusat mengklaim tanah di Pulau Rempang tidak bertuan. Padahal di sana diperkirakan telah dihuni sebanyak 5.000 jiwa penduduk asli.
Bagaimana sejarah di balik kehidupan di pulau ini? Kok bisa dengan mudah dicap “tak bertuan” ya? Lalu apa saja pesona pulau yang termasuk dalam wilayah Provinsi Kepulauan Riau ini?
Rempang, Galang, dan Bulang Tempo Dulu
Pulau Rempang merupakan pulau besar kedua dalam rangkaian Pulau Barelang yang terhubung oleh enam buah jembatan. Pulau Rempang terletak sekitar 3 km di sebelah tenggara Pulau Batam. Bagian selatan Pulau Rempang terhubung dengan Pulau Galang melalui Jembatan Barelang ke-5.
Menurut catatan Hj. Azlaini Agus, kini jumlah penduduk Pulau Rempang sekira 5.000 jiwa. Belum terhitung warga yang menghuni Pulau Galang dan Bulang di dekatnya.
Agar lengkap, mengenal Pulau Rempang perlu juga memahami jejak sejarahnya. Dikutip dari Kitab Tuhfat An- Nafis karya Raja Ali Haji (terbit pertama pada 1890), disebutkan bahwa penduduk Pulau Rempang, Galang, dan Bulang adalah keturunan prajurit-prajurit atau Lasykar Kesultanan Riau Lingga. Laskar ini mendiami pulau-pulau tersebut sejak tahun 1720 M pada masa pemerintahan Sultan Sulaiman Badrul Alamsyah I.
Dalam Perang Riau I (1782–1784) melawan Belanda, mereka menjadi prajurit Raja Haji Fisabilillah. Kelak Raja Haji Fisabilillah dikenal sebagai seorang pahlawan nasional. Kemudian dalam Perang Riau II (1784–1787), mereka menjadi prajurit yang dipimpin oleh Sultan Mahmud Riayat Syah.
Ketika kemudian Sultan Mahmud Riayat Syah hijrah memindahkan pusat pemerintahan ke Daik-Lingga pada 1787, Pulau Rempang, Galang dan Bulang dijadikan basis pertahanan terbesar dari Kesultanan Riau Lingga. Kala itu kepemimpinan diemban oleh Engku Muda Muhammad dan Panglima Raman, yang diangkat langsung oleh Sultan Mahmud.
Kuatnya basis pertahanan di Pulau Rempang, Galang, dan Bulang, membuat pasukan Belanda dan Inggris tidak berani memasuki wilayah Kesultanan Riau Lingga. Pada Perang Riau I dan Riau II, kekokohan pertahanan ini membuat mereka menyandang sebutan Pasukan Pertikaman Kesultanan. Artinya, mereka termasuk pasukan elite yang gagah berani.
Nah, anak cucu keturunan prajurit itulah yang hingga kini mendiami Pulau Rempang, Galang, dan Bulang. Mereka turun-temurun mendiami ketiga pulau tersebut sebagai ruang hidup peninggalan nenek moyang mereka.
Dengan catatan historis tersebut, Hj. Azlaini Agus menekankan pentingnya menghormati keberadaan warga asli keturunan prajurit Perang Riau.
“Penduduk Melayu yang berdiam di Pulau Rempang, termasuk juga Galang dan Bulang sudah eksis sejak lebih dari 300 tahun yang lalu, beranak-pinak berketurunan, hidup mendiami pulau tersebut serta menjaga nilai dan tradisi nenek moyang mereka sampai hari ini,” tulis Hj. Azlaini Agus.
Selain itu, anggapan pejabat pemerintah pusat bahwa penduduk di 16 Kampung Tua Pulau Rempang sebagai pendatang adalah hal keliru. Dia menyebutkan, jika kita mengenal betul, warga asli Rempang umumnya bermata pencaharian nelayan dan pedagang, dengan sebagian besar beragama Islam.
Potensi Wisata Alam dan Industri
Saat ini, Pulau Rempang tengah dikembangkan untuk sektor pertanian dan perikanan, khususnya di kawasan Sembulang. Di Pulau Rempang juga terdapat beberapa pantai indah yang menarik perhatian wisatawan.
Keindahan alam dan potensi sumber daya alam yang dimiliki Pulau Rempang membuka peluang bagi pengembangan pariwisata dan ekonomi masyarakat. Alhasil pengembangan proyek Rempang Eco-City ini masuk dalam Proyek Strategis Nasional tahun 2023.
Proyek ini diakui dengan Permenko Bidang Perekonomian RI Nomor 7 Tahun 2023 tentang Perubahan Ketiga Atas Peraturan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian RI Nomor 7 Tahun 2021 mengenai Perubahan Daftar Proyek Strategis Nasional.
Dengan lokasi yang strategis di Kepulauan Riau, Pulau Rempang diharapkan dapat menjadi destinasi wisata baru yang menarik dan memberikan dampak positif bagi pertumbuhan ekonomi di wilayah tersebut.
Meski maksudnya terdengar baik, mengapa kini malah menimbulkan konflik? Seharusnya perlu ditinjau terlebih dulu secara komprehensif. Betul gak, Sob?