Sobat, tentu kamu cukup sering mendengar istilah “justice collaborator”. Kamis lalu (9/3/2023), Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) mencabut hak perlindungan fisik bagi Richard Eliezer. Richard adalah orang yang terlibat dalam kasus pembunuhan berencana terhadap Nofriansyah Yosua Hutabarat, koleganya sesama ajudan Kepala Divisi Profesi dan Pengamanan Kepolisian RI Inspektur Jenderal Ferdy Sambo. Terkait penyidikan kasus ini, Richard juga berstatus sebagai justice collaborator. Bagaimana ya seluk-beluk munculnya justice collaborator? Yuk, mengenal justice collaborator dan penerapannya di Indonesia!
Pengertian dan Sejarah
Justice collaborator (JC) adalah saksi pelaku kejahatan yang bekerja sama dengan penegak hukum dalam pengungkapan kasus. Dalam kasus pembunuhan dengan tersangka Sambo, Richard Eliezer Pudihang Lumiu menjadi kolaborator penegak hukum dalam perkara tersebut.
Konsep JC muncul di Amerika Serikat pada sekitar tahun 1970-an. Indonesia mengadopsi dan mengaturnya dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2006 yang direvisi menjadi UU Nomor 31 Tahun 2014 tentang Perlindungan Saksi dan Korban.
Bunyi dalam Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 4 Tahun 2011 menentukan, di dalam Perkara Tindak Pidana Tertentu, JC merupakan tindak pidana yang mengakui kejahatannya, tetapi bukan pelaku utama yang bersedia memberikan keterangan sebagai saksi di persidangan.
Artinya, seorang pelaku yang terlibat kasus pidana berperan penting untuk mengungkapnya. Maka dari itulah, ia dapat ditetapkan dan diberikan fungsi selaku justice collaborator. JC lantas berperan penting dalam memberikan informasi untuk mengungkap suatu tindak pidana.
Hak dan Kewajiban Justice Collaborator
Dalam menjalankan peran sebagai JC, seseorang perlu diberikan perlindungan oleh penegak hukum. Apa saja hak dan kewajiban JC? Berikut beberapa hak yang diperoleh sebagai justice collaborator.
- Tidak dapat dituntut secara hukum
Berdasarkan Pasal 10 UU 31/2014, JC tidak dapat dituntut secara hukum, baik pidana maupun perdata atas kesaksian atau laporan yang akan, sedang, dan telah diberikan. Kecuali, saksi pelaku memberikan kesaksian atau laporan tanpa itikad baik.
- Tuntutan hukum dapat ditunda
Jika terdapat tuntutan hukum terhadap JC atas kesaksian atau laporan yang akan, sedang, atau telah diberikan, maka tuntutan hukumnya wajib ditunda. Penundaan dilakukan sampai kasus yang dilaporkannya atau diberikan kesaksiannya telah diputus oleh pengadilan dan memperoleh kekuatan hukum tetap.
- Penanganan khusus
JC bisa mendapat penanganan khusus dalam proses pemeriksaan dan penghargaan atas kesaksian yang diberikan. Misalnya, berupa pemisahan tempat penahanan, pemberkasan, dan pemisahan dalam memberikan kesaksian.
- Mendapat penghargaan
JC juga bisa mendapat penghargaan atas kesaksiannya berupa keringanan penjatuhan pidana, pembebasan bersyarat, remisi tambahan, dan hak narapidana lain sesuai dengan ketentuan perundang-undangan. Penghargaan ini dapat diperoleh jika mendapat rekomendasi dari LPSK.
- Hukuman ringan
Mengacu Surat Edaran Mahkamah Agung atau SEMA 4/2011, JC bisa mendapat hukuman pidana percobaan bersyarat khusus atau hukuman pidana penjara paling ringan di antara terdakwa lainnya yang terbukti bersalah dalam perkara. Walau begitu, hakim tetap perlu mempertimbangkan rasa keadilan kepada masyarakat, meski meringankan hukuman pidana justice collaborator.
Seorang kolaborator berlaku untuk semua tindak pidana, termasuk pembunuhan. Analis hukum Abdul Fickar Hadjar mencermati, dalam kasus pembunuhan dengan terdakwa Ferdy Sambo, putusan hakim pengadilan Negeri Jakarta Selatan sudah tepat. Sebab vonis paling ringan bagi Richard Eliezer, yakni pidana penjara 1,5 tahun, telah menunjukkan kedudukan kolaborator menjadi jelas. Vonis ini jauh di bawah tuntutan jaksa penuntut umum berupa pidana penjara selama 12 tahun.
Untuk mengenal justice collaborator dan penerapannya di Indonesia, sebaiknya kita becermin dari perkara Sambo. Dalam kasus ini, program perlindungan juga diberikan kepada Eliezer, antara lain perlindungan fisik, pengamanan dan pengawalan melekat termasuk di rumah tahanan, pemenuhan hak prosedural, perlindungan hukum, dan bantuan psikososial. Tenaga Ahli LPSK Syarial M Wiryawan memaparkan sejatinya perlindungan terhadap mantan ajudan eks Kadiv Propam Polri itu telah diperpanjang pada 16 Februari 2023.
Sayangnya, per Kamis (9/3/2023) hak perlindungan fisik bagi Elizer dicabut lantaran menerima undangan wawancara dari salah satu stasiun televisi tanpa sepengetahuan LPSK. Mengacu klausul perjanjian Richard dan LPSK, Richard dilarang berhubungan atau tidak berkomentar secara langsung dan terbuka kepada pihak manapun tanpa sepengetahuan LPSK. Richard juga diwajibkan mengikuti tata cara perlindungan dan tidak melakukan hal-hal yang dapat menimbulkan risiko berbahaya terhadap dirinya.
Contoh Penerapan Justice Collaborator
Lembaga JC jadi bagian penting dari hukum acara pidana yang memungkinkan sebuah kasus besar terungkap karena keterangan pelakunya. Meski sudah lama ada, ternyata praktik JC tidak terlalu sering dijalankan penegak hukum di Indonesia. Sebelum perkara pembunuhan Brigadir Yosua, ada empat kasus besar di Indonesia yang pernah memakai bantuan JC. Simak yuk Sob, daftar kasus hukumnya, seperti dikutip dari Kompas.com, biar lebih jauh mengenal justice collaborator dan penerapannya di Indonesia.
Korupsi Djoko Tjandra
Tommy Sumardi mengajukan permohonan menjadi justice collaborator dalam kasus korupsi Djoko Tjandra pada 2020 silam. Diberitakan Kompas.com (29/12/2020), Tommy berperan sebagai perantara suap dari Djoko Tjandra kepada dua jenderal polisi untuk menghapus red notice atas nama Djoko Tjandra.
Pencucian uang pajak melibatkan PT. Asian Agri
Kasus pencucian uang pajak yang melibatkan PT Asian Agri turut terbongkar dengan bantuan JC bernama Vicentius Amin Sutanto. Dia adalah mantan karyawan PT. Asian Agri yang bekerja sama dengan penegak hukum dan mendapatkan perlindungan dari LPSK. Vincentius divonis 11 tahun penjara dan harus mendekam di Lembaga Permasyarakatan Cipinang, Jakarta Timur. Namun Vicentius mendapat pengurangan masa hukuman sesuai dengan Peraturan Presiden Nomor 99 Tahun 2012 yang ditandatangani Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada 12 November 2012.
Korupsi e-KTP
Kasus korupsi e-KTP mendapatkan pencerahan berkat peran tiga terdakwa yang menjadi JC. Mereka adalah mantan Direktur Pengelola Informasi Administrasi Kependudukan Direktorat Jenderal Kependudukan dan Catatan Sipil (Ditjen Dukcapil) Sugiharto, eks Dirjen Dukcapil Irman, serta pengusaha Andi Narogong.
Mahkamah Agung MA mengabulkan permohonan Peninjauan Kembali (PK) Irman dan Sugiharto. Berdasarkan putusan PK tersebut, hukuman penjara Irman pun berkurang dari 15 tahun penjara di tingkat kasasi menjadi 12 tahun penjara. Hukuman Sugiharto berkurang dari 15 tahun penjara di tingkat kasasi menjadi 10 tahun penjara. Andi Narogong mendapatkan vonis hukuman 13 tahun penjara dan denda Rp 1 miliar subsider 6 bulan kurungan dari MA.
Suap Cek Pelawat dalam Pemilihan Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia 2004
Mantan anggota DPR dari fraksi PDI-Perjuangan, Agus Condro, juga tercatat menjadi JC untuk kasus suap cek pelawat dalam pemilihan Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia pada 2004. Perkara korupsi yang menjerat lebih dari 26 anggota DPR periode 1999-2004 itu terbongkar berdasarkan informasi dari Agus.
Dia melaporkan dan menyerahkan penerimaan cek senilai Rp 500 juta ke KPK. Majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pun menjatuhkan vonis bersalah dan hukuman penjara selama 1 tahun 3 bulan kepada Agus pada 16 Juni 2011. Pada 25 Oktober 2011, Agus mendapatkan bebas bersyarat setelah menjalani dua per tiga masa tahanannya dan ditambah remisi. Pembebasan bersyarat ini juga menjadi bentuk penghargaan bagi Agus.
Nah, itu tadi Sob, selayang-pandang wawasan untuk mengenal justice collaborator dan penerapannya di Indonesia. Dalam kasus pembunuhan berencana Brigadir Yosua, kira-kira peran justice collaborator yang dijalankan Richard Eliezer sudah cukup maksimal belum ya, Sob? Semoga sanksi bagi para terdakwa dijatuhkan seadil-adilnya ya, Sob.