Salah satu satwa yang berperan penting dalam siklus ekosistem di lahan basah adalah berang-berang, khususnya di Indonesia. Maka dari itu di alam bebas, berang-berang dijadikan sebagai indikator dalam tingkat kelestarian lingkungan. Salah satunya seperti berang-berang hidung berbulu atau dikenal sebagai Lutra Sumatrana.
Secara global terdapat 13 jenis dari kelompok mamalia karnivora yang sekaligus hewan semi akuatik ini. Sedangkan di Indonesia hanya ada empat jenis saja di antaranya berang-berang utara, berang-berang hidung berbulu, berang-berang cakar kecil, dan berang-berang bulu licin.
Berang-berang hidung berbulu atau Lutra Sumatrana memiliki hidung yang berbentuk nyaris oval yang berbeda dari jenis berang-berang lainnya. Sesuai juga dengan namanya, jenis ini memiliki rambut atau bulu-bulu halus yang tumbuh di sekitar hidungnya.
Mengutip dari berang-berang.com, panjang tubuh dari berang-berang hidung berbulu ini bisa mencapai 95-133 sentimeter belum lagi ekornya yang berbentuk silindris dengan panjang 35-51 sentimeter.
Dengan tubuh lebih ramping dan panjang, berat dari berang-berang hidung berbulu ini sekitar 5-8 kg. Sehingga mereka dapat bergerak lebih lincah dan bebas serta meliuk-liuk dengan leluasa.
Berang-berang hidung berbulu memiliki bulu yang berwarna cokelat gelap di bagian atasnya dan warna yang lebih terang pada bagian bawah perutnya. Pada bagian bibir hingga leher terdapat pula garis corak putih yang kontras.
Sebagai hewan karnivora mereka memburu ikan untuk bertahan hidup seperti ikan lele dan gabus. Berang-berang hidung berbulu Sumatra ini biasa ditemukan di daerah rawa aliran Sungai Musi, Lampung, serta di rawa hutan gambut Kalimantan.
Seorang ilmuwan bernama Gary menjadi yang pertama mengidentifikasi berang-berang hidung berbulu pada tahun 1865. Namun sekitar tahun 1990-an spesies ini sempat dianggap punah. Di Indonesia sendiri berang-berang hidung berbulu ini kembali ditemukan sekitar tahun 2005, namun sayangnya dalam keadaan sudah mati di pinggir jalan dekat sungai Musi.
Kemudian, ditemukan lagi di daerah Lampung, Jawa, dan Kalimantan. Saat ini jenis berang-berang hidung berbulu paling banyak dicari oleh peneliti karena kelangkaannya. Masih minimnya informasi terkait morfologi secara mendalam dari hewan ini, seperti siklus bereproduksi hingga tingkah lakunya secara sosial ketika hidup di alam bebas, tentunya membuat para peneliti kesulitan mendeteksi keberadaan berang-berang hidung berbulu.
Menurut klasifikasi dari IUCN, jenis berang-berang hidung berbulu masuk dalam status terancam (endangered) dan berpotensi menjadi perburuan liar, kehilangan habitat, kematian yang tidak disengaja dan mati karena polusi.
Sedangkan tiga sisanya berada di status hampir terancam punah. Untuk berang-berang cakar kecil dan berang-berang bulu licin berada di status rentan.
Melansir dari GNFI, mengenai status perlindungan, berang-berang hidung berbulu menjadi salah satu satwa yang dilindungi serta tidak boleh diambil terutama dijual karena terdaftar dalam Appendix II of the CITES dan secara legal dilindungi di seluruh negara. Adapun di Indonesia sendiri, jenis berang-berang satu ini termasuk ke dalam satwa dilindungi berdasarkan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1999.