Lie Detector, Teknologi untuk Ketahui Kebohongan Seseorang

Mendeteksi sebuah kebohongan bukanlah tugas yang mudah!

lie detector-1

ilustrasi lie detector. Sumber: canberratimes.com.au

Sobat, pernah membayangkan nggak kalau ada teknologi yang bisa mendeteksi pacar kamu bohong atau tidak kemarin pergi ke kafe sama siapa? Yep, semua itu bisa dilakukan dengan menggunakan lie detector! 

Lie detector adalah teknologi yang bisa mendeteksi kebohongan pada manusia dengan menggunakan mesin polygraph. Nah, polygraph adalah perangkat yang bertugas mengumpulkan dan memungkinkan analisis respons fisiologis manusia melalui sensor yang secara fisik terhubung ke manusia yang sedang diperiksa. 

Teknologi ini semula ditemukan oleh James Mackenzie pada tahun 1902. Yang kemudian disempurnakan menjadi lebih modern oleh John A. Larson pada tahun 1921. John yang sekaligus polisi di California AS saat itu sedang mencari cara bagaimana menghubungkan perubahan di pembuluh darah, detak jantung, dan kecepaan pernafasan pada seseorang yang sedang berbohong. 

Di tahun-tahun berikutnya, alat ini kemudian kerap digunakan untuk proses penyelidikan tindakan kriminal. Bahkan, detektor kebohongan dalam interogasi dan investigasi polisi telah dilakukan sejak tahun 1924.

Lalu, bagaimana cara kerja lie detector? Dicolok begitu kah di tubuh manusia? Hmm, nggak, sih, Sobat. Jadi cara kerjanya ada beberapa tahap, nih. Pertama, seseorang yang akan diperiksa harus duduk di bangku khusus dalam ruangan tertentu, lalu sensor-sensor mesin poligraf akan ditempelkan ke tubuhnya. 

Sensor tersebut berfungsi sebagai deteksi nafas yang ditempelkan di dada dan perut, lalu deteksi perubahan tekanan darah dan detak jantung. Sisanya lagi adalah deteksi keringat yang ada di tangan. 

Setelah sensor ditempelkan, penguji akan memberikan pertanyaan mengenai suatu topik, isu atau kasus yang ingin diketahui kebenarannya. Lalu penguji akan membaca grafik pada lie detector untuk mengetahui apakah ada reaksi yang tidak normal atau grafik naik turun untuk menentukan apakah orang tersebut bohong atau jujur. 

Mengenai keakuratan teknologi ini, menurut jurnal berjudul Akurasi Penggunaan Polygraph sebagai Alat Bantu Pembuktian Menurut Hukum Acara Pengadilan Agama, diungkapkan bahwa keakurasian alat ini umumnya 90 persen. Namun, akurasi tersebut belum tentu berlaku pada beberapa kasus. Sebab, alat ini hanya memonitor dan menunjukkan reaksi perubahan psikologis ketika seseorang mengucapkan sesuatu.

Penentu justru terletak pada orang yang menjadi pemeriksa. Pengalaman dan ketajaman seorang analisis menjadi faktor utama penggunaan polygraph. Selain itu, gelagat fisik dan tanda-tanda ‘aneh’ dari seseorang seperti gagap, berkeringat, atau gerak bola mata tidak fokus bisa menjadi ciri orang berbohong. 

Namun, karakteristik ini bisa jadi menandakan seseorang mengalami gugup, stres, atau nggak nyaman dalam kondisi tertentu. Sebab, setiap karakteristik body language seseorang bisa beragam.

Setidaknya dengan kehadiran lie detector ini, berbagai lembaga telah dimudahkan dalam kinerjanya, ya. Ngobrolin tentang lie detector, Sobat tahu nggak kalau ternyata ada orang Indonesia yang punya inovasi untuk membuat alat tersebut, loh. Simak, deh, beritanya di sini!

Exit mobile version