Minyak sawit mentah (CPO) Indonesia dilarang ekspor, seperti yang diperintahkan langsung oleh Presiden Joko Widodo beberapa waktu lalu, sehingga mengakibatkan ekspor CPO dan turunannya menurun hingga 2,56 persen.
Hal ini diungkapkan langsung Badan Pusat Statistik (BPS) dalam keterangan resminya pada Selasa (17/5/2022). Tercatat, nilai ekspor minyak sawit mentah (CPO) Indonesia secara bulanan menjadi US$2,99 miliar pada April 2022. Begitu juga dengan volumenya, turun 10,49 persen menjadi 1,93 juta ton.
“Tapi apakah ini berkaitan dengan kebijakan pelarangan ekspor atau tidak, yang jelas pada April ini, ekspor CPO kita mengalami penurunan,” terang Margo Yuwono, Kepala BPS dalam jumpa pers virtual.
Diperkirakan, larangan ekspor CPO dari Presiden juga akan mempengaruhi kinerja ekspor pada bulan depan. BPS pun belum bisa memberikan penjelasan mengenai neraca perdagangan dan beberapa angka turunnya dari komoditas minyak sawit mentah.
“Tentu kalau tidak dicabut larangan ekspornya ya berdampak ke kinerja ekspor kita. Tapi bagaimana ke neraca perdagangan dan berapa turunnya? Nanti kita lihat rilis bulan depan,” tuturnya.
Diketahui, Presiden Jokowi meminta jajarannya untuk tidak mengekspor CPO dan produk turunannya demi menjaga pasokan minyak goreng dalam negeri. Sebab, Indonesia sempat mengalami kelangkaan minyak goreng selama beberapa bulan di berbagai daerah.
Harganya pun bisa dikatakan terbilang cukup tinggi, di mana saat terjadi kelangkaan minyak goreng di Indonesia, 1 liter minyak goreng bisa mencapai Rp20.000 hingga Rp25.000.
Dengan adanya stok minyak goreng yang berlimpah, diharapkan masyarakat Indonesia tidak lagi akan kesusahan mendapatkan minyak goreng dan harga yang tinggi. Selain menjamin ketersediaan pasokan, pemerintah juga berupaya melancarkan distribusi minyak goreng di pasar domestik.
Sekedar informasi saja, produk turunan CPO yang dilarang pemerintah untuk diekspor, antara lain RBD palm oil, RBD palm olein dan minyak jelantah (UCO).