Langkah pemerintah dalam mengendalikan impor baja diapresiasi oleh para pelaku usaha yang tergabung dalam Asosiasi Produsen Baja Ringan Indonesia (Asbarindo), APBRI, dan Persibri pada Selasa (14/9/2021).
Menurut Ketua Asbarindo, Dwi Sudaryono, kebijakan pengendalian impor baja berbasis supply-demand yang dilakukan pemerintah lebih transparan dan dapat tepat sasaran, khususnya sektor industri baja ringan.
Secara kualitas maupun kuantitas, pelaku industri baja ringan di Indonesia hanya butuh bahan baku impor dan berharap pemerintah fokus pada pengembangan di sektor hilir. Pertumbuhan di sektor hilir akan menimbulkan akan menimbulkan multiplier effect pada peningkatan kebutuhan bahan baku produksi.
“Impor diberikan hanya untuk bahan baku yang tidak cukup tersedia di dalam negeri, baik secara kualitas maupun kuantitas dan proposionalnya terhadap kapasitas produksi industri yang membutuhkan bahan baku impor,” terang Dwi Sudaryono seperti dikutip Jawa Pos.
Penambahan volume kebutuhan bahan baku tersebut tentunya akan menambah tingkat utilitas produksi bahan baku yang akan menambah efisiensi produksi di sektor hilir. Selain itu, Ketiga asosiasi sepakat dengan kebijakan pemerintah dalam menolak usulan Bea Masuk Anti-dumping maupun safeguard yang diusulkan beberapa produsen sektor industri baja hulu.
“Tentunya dengan harapan bahwa sektor industri hulu juga perlu melakukan improvisasi dan terobosan dalam hal mutu, harga dan diversifikasi produk bahan baku baja,” tambahnya.
Asbarindo, APBRI dan Persibri juga menilai jika proteksi tarif berupa anti-dumping maupun safeguard berpotensi mematikan sektor industri hilir, mengingat belum banyak proteksi yang dilakukan terhadap produk-produk baja hilir.
Para pelaku usaha industri baja lebih mendukung pemerintah memberikan insentif untuk sektor hulu seperti fasilitas harga gas bumi tertentu, pemotongan tarif listrik dan insentif fiskal.
Sedikit informasi saja, Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat pada Semester 1 tahun 2021, sektor industri barang logam tumbuh sebesar 6,73 persen secara tahunan (Yoy). Pertumbuhan itu terjadi karena peningkatan utilitas produksi pada sektor industri barang logam dari kisaran 40 persen menjadi 61,33 persen pada Juli 2021.