Pancasila merupakan sebuah pilar ideologi yang isinya digunakan sebagai dasar Negara Republik Indonesia. Pancasila identik dengan lambang Burung Garuda. Lambang tersebut telah diatur dalam Peraturan Pemerintah No. 1951 tentang Bentuk dan Ukuran Lambang Negara.
Tahukah kamu, sebelumnya lambang Burung Garuda pada Pancasila sempat mengalami perubahan bentuk sebanyak 4 kali. Sedikit sejarah mengenai pergantian lambang Pancasila yang pernah terjadi.
Pada masa Republik Indonesia Serikat dibentuk, kala itu Presiden Soekarno merencanakan untuk merancang dan merumuskan lambang negara. Oleh karena itu ia menugaskan kepada Sultan Hamid II yang kala itu menjadi Menteri Negara Zonder Porto Folio untuk membentuk panitia yang bertugas dalam menyeleksi usulan rancangan lambang negara.
Pada tanggal 10 Januari 1950 panitia teknis bernama Panitia Lencana Negara telah terbentuk yang diketuai oleh Muhammad Yamin. Adapun selain itu berisikan Ki Hajar Dewan Dewantoro, M. A. Pellaupessy, Mohammad Natsir, dan RM Ngabehi Poerbatjaraka.
Pada awal mula lambang negara ini terbuat karena berhasil terpilih melalui keputusan sidang kabinet. Kala itu, ada dua lambang terbaik yang berhasil terpilih. Masing-masing terdiri dari karya Sultan Hamid II dan M. Yamin.
Kemudian pada tahap berikutnya kedua karya tersebut diterima oleh pemerintah dan DPR. Sayangnya, dalam tahap ini karya M. Yamin ditolak lantaran pada karyanya mencantumkan unsur Jepang, yakni sinar matahari. Dan yang terpilih adalah karya dari Sultan Hamid II.
Setelah terpilih, terjadilah sebuah dialog untuk menyempurnakan lambang tersebut. Adapun dialog ini dilakukan antara Sultan Hamid II selaku pencipta lambang tersebut, Presiden RI, dan Perdana Menteri Mohammad Hatta.
Keputusannya, mereka mengganti pita yang berada di bawah cengkraman Garuda. Pita tersebut semula berwarna merah putih dan diganti menjadi pita putih yang bertuliskan semboyan “Bhinneka Tunggal Ika”.
Menurut buku berjudul “Sekitar Pancasila” karangan dari AG Pringgodigdo yang diterbitkan oleh Departemen Hankam, dari Pusat Sejarah ABRI disebutkan rancangan lambang negara yang kedua ini berbentuk kepala Rajawali Garuda Pancasila yang masih tidak memiliki jambul seperti pada lambang yang saat ini.
Selain itu, ia juga mendapat masukan dari Partai Masyumi untuk memperbaiki gambar lambang dasar negara Indonesia ini. Pasalnya mereka keberatan dengan adanya gambar burung Garuda dengan tangan dan bahu manusia yang sedang memegang perisai. Menurut mereka gambar tersebut dianggap bersifat mitologis.
Penyempurnaan lambang negara pun semakin dilakukan. Pada perubahan lambang ketiga gambar kepala burung Rajawali Garuda Pancasila yang mulanya masih gundul, maka diubah jadi berjambul.
Hingga pada 20 Maret 1950, bentuk akhir dari lambang negara ini telah rampung diberi sedikit perubahan dan pendapat disposisi dari Presiden Soekarno. Setelahnya ia memerintahkan kepada pelukis istana bernama Dullah untuk melukis kembali lambang negara buatan Sultan Hamid II.
Pada perubahan keempat ini menjadi perbaikan terakhir atau finalisasi dari lambang negara yang sebelumnya dirancang oleh Sultan Hamid II. Pada perbaikan terakhir ini hanya ditambahkan skala ukuran dan tata warna pada gambar lambang negara.
Perlu diketahui, lukisan otentik dari lambang negara setelahnya diserahkan kepada H. Masagung, Yayasan Idayu Jakarta di 18 Juli 1974. Sedangkan, lambang negara yang telah didisposisi oleh Presiden Soekarno beserta fotonya diberikan kepada Presiden sendiri pada awal Februari 1950 dan masih tetap disimpan oleh Kraton Kadriyah, Pontianak.