Ada kabar terbaru, nih, dari perkembangan pembangunan smelter di Nusantara. Pasalnya belum lama ini dikabarkan bahwa Korea Selatan tertarik untuk bangun smelter di Indonesia, Sob. Kok bisa?
Jadi diberitakan bahwa Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia melakukan pertemuan dengan Executive Chairman dan CEO Korea Zinc Choi Yun-beom, pada Rabu (6/9/2023) di Jakarta.
Melansir CNBC Indonesia, dalam pertemuan tersebut pihak Korea Selatan menyatakan tertarik untuk melakukan investasi di Indonesia, Sob. Nggak tanggung-tanggung, Korea Zinc berani mengucurkan anggaran 600 dolar AS atau setara Rp9,2 triliun sebagai investasi pembangunan smelter di Indonesia.
“Korea Zinc menyampaikan ketertarikannya untuk mendirikan fasilitas smelter nikel dengan teknologi HPAL (High Pressure Acid Leaching) di Indonesia,” tulis unggahan Instagram @bkpm_id.
Lihat postingan ini di Instagram
Perusahaan Korea Zinc berencana membangun fasilitas smelter nikel dengan teknologi HPAL (High Pressure Acid Leaching) di Indonesia. Ternyata teknologi tersebut bisa menghasilkan Mixed Hydroxide Precipitate (MHP) dengan kapasitas 40.000 ton per tahun.
MHP adalah produk antara yang dihasilkan dari proses pengolahan dan pemurnian nikel kadar rendah sebelum diproses lebih lanjut menjadi nikel sulfat dan kobalt sulfat.
“Dengan keberhasilannya menghasilkan pendapatan 8,7 triliun dolar AS pada 2022, Korea Zinc menyampaikan ketertarikan untuk berkolaborasi dengan Indonesia melalui investasi pengolahan nikel dengan kapasitas 40.000 ton logam nikel per tahun,” tutur Bahlil dalam keterangan siaran pers resminya.
Lantas, apa bentuk investasi yang bakal dilakukan di Indonesia? Nantinya investasi yang oleh perusahaan Korea Zinc akan dilakukan dalam bentuk joint venture bersama perusahaan lokal lainnya.
Perlu Sobat ketahui, Korea Zinc merupakan perusahaan pengolahan logam non-besi ternama yang berpusat di Korea Selatan. Perusahaan ini telah beroperasi sejak tahun 1974. Pada 2022 pendapatan di perusahaan ini mencapai 8,7 triliun dolar AS.
Perusahaan ini memproduksi sebanyak 21 jenis logam non-besi yang mendukung industri utama dan berkomitmen pada industri yang berkelanjutan lewat pengembangan energi terbarukan dan baterai sekunder.