Direktorat Jenderal Minyak dan Gas Bumi Kementerian ESDM, Tutuka Ariadji menyatakan jika produk subsidi LPG 3 kg tiap tahunnya mengalami kenaikan berkisar antara 4%–5%. Sayangnya, kenaikan tersebut tidak diimbangi oleh kenaikan LPG non-subsidi.
Yups, dari data Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mengungkapkan konsumsi LPG non-subsidi mengalami penurunan 10% di tahun lalu. Tentunya, jika produk subsidi LPG 3 kg tidak seimbang dengan yang non-subsidi akan terjadi migrasi dari PSO (produk LPG yang dihasilkan Pertamina) ke non PSO (produk LPG yang diproduksi perusahaan swasta).
“Ini tentu menjadi perhatian kami, bahwa sebenarnya apa yang terjadi di lapangan. Kenapa non-PSO (public service obligation) atau produk subsidi ini turun, apakah terjadi migrasi dari PSO ke non PSO. Faktanya ada beberapa pengoplosan, untuk itu pemerintah sedang betul-betul mengawasi hal ini,” ujar Tutuka Ariadji dalam konferensi pers virtual pada Kamis (3/8).
Lalu, bagaimana solusinya?
Pemerintah dan PT Pertamina diketahui telah melaksanakan beberapa solusi mengatasi turunnya konsumsi LPG non-subsidi, yakni melakukan pendataan masyarakat yang berhak mendapatkan serta pengawasan.
Menanggapi hal yang serupa, Direktur Pembinaan Usaha Hilir Migas Kementerian ESDM Maompang Harahap menjelaskan, jika rata-rata peningkatan realisasi volume penyaluran tabung gas 3 kg pada tahun 2019 hingga 2022 sebesar 4,5% per tahun atau mencapai 7,8 juta metrik ton di tahun 2022.
Sedangkan untuk penurunan realisasi LPG non-subsidi pada 2019 hingga 2022 sebesar 10% per tahun atau menjadi 0,6 juta metrik ton di tahun 2022.
Laporan Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP) pun mengungkapkan realisasi subsidi LPG 3 kg tahun 2022 mencapai Rp139 triliun (audited). Di mana porsi energi subsidi terbesar, termasuk pembayaran kurang bayar tahun 2022 dan 2021 sebesar Rp15,64 triliun.
Di tahun ini, pagu anggaran subsidi LPG 3 kg sebesar Rp117,85 triliun. Realisasi pembayaran sampai dengan Juni Year-to-Date (YtD) atau Januari–Juni 2023 senilai Rp37,73 triliun.
Ada berbagai bentuk penyalahgunaan yang ditemukan Maompang dan jajarannya di lapangan. Misalnya, penimbunan atau penjualan melebihi Harga Eceran Tertinggi (HET) yang ditetapkan oleh Pemerintah Daerah.
Tidak hanya itu saja, penjualan LPG 3 kg dilakukan di wilayah yang bukan lokasi distribusi atau belum terkonversi dari minyak tanah. Sehingga, pengangkutan tabung LPG yang menggunakan kendaraan tidak terdaftar di agen.
“Melalui upaya pencocokan data pengguna diharapkan dapat menjawab persoalan tersebut,” ujar Maompang Harahap.
Sebagai informasi, saat ini pencatatan transaksi ditemukan banyak yang masih manual. Sehingga dalam logbook pangkalan rawan manipulasi dan tidak mampu menunjukan profil pengguna LPG 3 kg yang sesungguhnya.