Belakangan ini bisnis jastip menjadi bahasan populer karena dapat merugikan negara, Sob. Alasannya, sih, karena jastip selalu lolos dari pembayaran bea masuk dan pajak dalam rangka impor (PDRI). Namun, banyak warganet menolak dari pernyataan tersebut.
Kebanyakan orang Indonesia berbelanja dengan mengandalkan jasa titip. Dengan menggunakan jasa ini, selain bisa mendapatkan barang yang diinginkan dari luar Indonesia, harga yang didapatkannya pun relatif lebih murah. Protes warganet akan aturan kena pajak dari barang hasil jasa titipan pun kerap diutarakan melalui sosial media, seperti yang terjadi oleh pemilik akun Twitter @kozirama.
Pemilik akun bercerita jika temannya kesal lantaran barang yang dibeli dari luar negeri ditahan oleh petugas pajak.
Temen abis ngomel2 di IG. Biasanya galaknya sama WNI nih, WNA ada yg diginiin gak ya? Atau sama rata sama galak? pic.twitter.com/0dDBo77J2J
— Rama (@kozirama) February 2, 2023
Untuk mengetahui keterangan tersebut, alangkah baiknya kita mengenal konsep jastip itu sendiri. Buat kamu yang masih awam akan jasa penitipan atau jastip pasti ingin mengetahui gimana, sih, konsep jastip ini?
Apa Itu Jastip?
Seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya, jasa titip atau jastip merupakan suatu penyedia layanan penitipan barang yang dibeli dari luar kota maupun luar negeri. Contohnya, Sobat sedang berada di luar kota atau luar negeri, lalu kamu menawarkan jasa titip barang kepada orang untuk beli produk khas dari kota atau negara tersebut.
Praktik berbisnis jastip sangat murah, Sob. Karena untuk memulai bisnis ini bisa dilakukan dengan tanpa mengeluarkan modal, loh. Pada dasarnya berbisnis jastip hanya perlu mempromosikan jasamu di media sosial, dan kemudian menunggu pesanan datang dari konsumen.
Kebanyakan orang menilai jastip seharusnya memang tak perlu dikenakan bea masuk. Padahal apabila melihat berdasarkan aturannya barang titipan para penyedia jastip sebetulnya harus dikenai bea masuk dan pajak ketika melebihi batas yang ditentukan.
Lalu, gimana cara mengetahui barang yang dibawa oleh penumpang itu termasuk bagian dari jastip atau bukan?
Sebetulnya ada kuota cuma-cuma yang diberikan kepada penumpang dengan sejumlah 500 dolar AS atau Rp7,6 juta per penumpang. Hal ini sebagaimana tercantum dalam Peraturan Menteri Keuangan No. 203/PMK.04/2017 tentang Ketentuan ekspor dan Impor Barang yang Dibawa Oleh Penumpang dan Awak Sarana Pengangkut.
Perlu dicatat juga fasilitas bebas bea masuk ini ternyata hanya buat barang pribadi saja, ya, Sob. Namun, kalau kedapatan penumpang yang membawa barang lebih dari Rp7,6 juta per orang, maka akan dikenakan bea masuk dan pajak dalam rangka impor.
Beda lagi apabila untuk keperluan seperti Jastip. Kenapa beda? Karena tidak mendapatkan pembebasan sehingga wajib melunasi pungutan bea masuk dan pajak impor atas keseluruhan nilai barang. Aturan tersebut dilakukan untuk menghindari oknum yang sering menyelundupkan barang yang seharusnya terkena bea masuk. Cara-cara ini biasa disebut dengan modus splitting. Hmm, apa itu modus splitting?
Jadi modus satu ini digunakan pelaku oleh jastip untuk mengelabui pajak dan bea cukai. Biasanya mereka melakukannya dengan cara memecah barang belanjaan kepada orang-orang. Tujuannya agar tidak melebihi dari pembatasan biaya bea dan terhindar dari pajak.
“Sesuai ketentuan barang yang dibawa dari luar negeri merupakan barang impor yang terutang Bea Masuk dan Pajak Dalam Rangka Impor. Namun, tiap penumpang diberikan pembebasan 500 dolar AS atas barang bawaan pribadi penumpang dari luar negeri,” jelas Direktorat Bea dan Cukai melalui keterangan resmi.
“Barang bawaan penumpang dibagi menjadi dua, yakni personal use dan non-personal use. Untuk barang yang dikategorikan non-personal use tidak mendapatkan pembebasan. Aturan di atas terlampir pada Peraturan Menteri Keuangan nomor 203/PMK.04/2017 tentang Ketentuan Ekspor dan Impor Baran Yang Dibawa Oleh Penumpang dan Awak Sarana Pengangkut,” lanjut respons dari Bea Cukai.
Cara Perhitungan Pajak Jastip
Cara menghitungnya begini, Sob. Setiap pelaku usaha jasa titip memerlukan dokumen kepabeanan dan dokumen pemberitahuan (Pemberitahuan Barang Impor Khusus) dengan aspek pajak, yaitu Pajak Pertambahan Nilai (PPN) atas impor Barang Kena Pajak sebesar 10%, dan pajak penghasilan (PPh 22) dengan berbagai macam tarif.
Contohnya, tarif PPh Pasal 22 sebesar 7,5% untuk barang-barang tertentu seperti parfum, cairan, pewangi, peralatan rumah tangga, karpet, dan lain-lain. Sebagaimana tercantum dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 175/PMK.011/2013.
Namun, beda lagi ketika barang titipan tersebut tergolong mewah, ya, Sob. Menurut Undang-Undang No. 42 Tahun 2009 tentang PPN dan PPnBM bahwa tarif pajak penjualan atas barang yang termasuk kategori mewah, seperti tas branded dan perhiasan, akan dikenakan sebesar 10% dan maksimal 200%.
Ada pula ketentuan pajak pelaku jastip mengacu pada Peraturan Menteri Keuangan No.112/PMK. 044/2018 Tentang Ketentuan Impor Barang Kiriman bahwa batas kena bea masuk tergantung pada FoB-nya (Freight on Board).
Namun, aturan tersebut hanya berlaku bagi orang yang memiliki toko/distribusi di Indonesia dengan barang yang diambil dari luar negeri, bukan orang Indonesia yang sedang melancong ke luar negeri, lalu melakukan aksi jastip ini.
Lantas, apa saja ketentuan jenis barang yang bisa kena pembebasan cukai?
Dilansir Jogloabang, mengenai barang bawaan penumpang dewasa yang bakal mendapatkan pembebasan cukai pada dasarnya seperti 200 batang sigaret, 25 batang cerutu, atau 100 gram tembakau iris/produk hasil tembakau lainnya; dan/atau 1 liter minuman yang mengandung etil alkohol.
Jadi tahu, kan, Sob, bagaimana konsep jastip sampai biaya pajak yang harus dibayarkan. Apabila jastip rugikan negara, kira-kira siapa yang harus bertanggung jawab ya? Menurutmu sendiri gimana, Sob?