Tensi geopolitik antara Rusia dan Ukraina sedang memanas. Terlebih konflik Rusia-Ukraina ini juga melibatkan Amerika Serikat (AS) dan NATO. Sejumlah negara mulai memprediksikan dampak terutama bagi sektor perekonomian bila nantinya kedua negara ini benar-benar berperang atau dijatuhi sanksi.
Konflik Rusia-Ukraina tidak hanya berdampak pada perekonomian dua negara tersebut. Konflik juga dapat memengaruhi pasar energi dan komoditas global.
Diketahui, Rusia adalah produsen utama gas nomor satu yang memasok energi tersebut ke negara-negara Eropa bahkan hingga AS. Komoditas Rusia lainnya yang terdiri dari aluminium, nikel, paladium, platinum dan biji-bijian tertentu juga dibutuhkan oleh Benua Biru tersebut.
Dan bila Rusia-Ukraina berperang atau Rusia dijatuhi sanksi oleh negara-negara di dunia, hal ini tentunya bisa membuat Rusia memperketat pasokan gas alamnya bahkan menutup keran ekspor yang akan berdampak pada berkurangnya pasokan komoditas untuk pasar global, sehingga berujung pada kenaikan harga.
Peluang Bagi Industri Indonesia
Namun Menurut Head of Investment Research Infovesta Utama, Wawan Hendrayana, ada sedikit keuntungan bagi Indonesia, bila nantinya negara-negara di dunia menjatuhkan sanksi kepada Rusia. Industri migas dan batu bara Indonesia bisa terkerek.
“Misal ada eskalasi konflik hingga mereka kena sanksi, otomatis kebutuhan ini akan ditutup dari sumber lain. Indonesia bisa diuntungkan,” tutur Wawan, Rabu (9/2/2022), melansir dari Bisnis.com.
Wawan juga mengingatkan, sebelum diekspor, pemerintah Indonesia perlu memastikan bahwa perekonomian dan pasokan negeri masih stabil terjaga.
“Sebetulnya harga komoditas yang naik positif untuk pertumbuhan ekonomi. Tetapi kenaikan harga energi juga bisa membuat inflasi meningkat apabila tidak dikontrol oleh pemerintah,” tambahnya.
Selain pandangan Wawan, tim riset Bloomberg Intelligence juga berpendapat bahwa ekskalasi politik yang tidak terkontrol di konflik Rusia-Ukraina bisa berpotensi menimbulkan ‘efek kupu-kupu’ terhadap kenaikan harga komoditas.
Komoditas yang disebutkan akan naik harganya adalah minyak dan gas, gandum, nikel dan industri logam termasuk alumunium, hingga batu bara. Industri olahan Indonesia bisa mengambil peluang untuk memenuhi kebutuhan global.
Selain itu, kenaikan harga minyak dan gas di pasar dunia juga bisa dimanfaatkan industri dalam negeri yang menggunakan bahan baku Nafta. Kenaikan harga bahan baku ini tidak setinggi di pasar sehingga bisa mempertahankan daya saing.
Dan gas alam di Indonesia sebagai bahan bakar industri juga telah terjamin ketersediaannya serta harganya dengan harga gas bumi tertentu (HGBT) US$6 per MMBTU meski baru terbatas pada tujuh sektor industri saja. Industri petrokimia masuk dalam tujuh sektor penerima HGBT.