Yogyakarta memang pantas dijuluki sebagai kota pendidikan. Pasalnya, banyak berbagai komunitas mempelajari segala hal yang ada di sekitarnya mulai dari mempelajari kehidupan, seni hingga alam. Seperti yang dilakukan komunitas unik bernama Banyu Bening.
Didirikan sejak 2012, Komunitas Banyu Bening merupakan komunitas yang bergerak di bidang konservasi alam terutama kampanye penggunaan air hujan dan menanam tanaman untuk konservasi air hujan.
Menurut Sri Wahyuningsih, pendiri Komunitas Banyu Bening, para anggotanya telah melakukan berbagai uji coba mengolah air hujan menjadi air yang bisa dikonsumsi sehari-hari oleh masyarakat. Melalui air hujan, diharapkan masyarakat bisa mengatasi kerentanan persediaan air selama musim kemarau.
Tahun 2019 lalu, Komunitas Banyu Bening juga membuka Sekolah Air Hujan Banyu Bening yang didukung penuh oleh pemerintah Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta. Sekolah ini menjadi sekolah informal pertama di Indonesia yang mempelajari seluk beluk air hujan.
Sekolah yang berada di Dusun Tempursari, Desa Sardonoharjo, Kecamatan Ngaglik, Sleman ini dibangun untuk mengajak masyarakat umum dari berbagai usia untuk mengenal air hujan lebih dalam.
Sekolah yang dibuka setiap Sabtu dan Minggu ini menerapkan pembelajaran secara praktik langsung dan tidak dikenakan biaya. Selain itu, Komunitas Banyu Bening sering melakukan kampanye memanen atau menampung air hujan yang benar kepada masyarakat desa.
Ada dua cara menampung air hujan, pertama menggunakan gama rain filter berupa tabung berukuran 1.000 liter, di mana di dalamnya terdapat penyangga berlapis. Jadi, ketika air hujan mengalir dari talang air atau atap rumah bisa langsung digunakan untuk memenuhi kebutuhan konsumsi.
Cara pertama ini membutuhkan biaya yang cukup tinggi, Anda diperkirakan akan menghabiskan dana kurang lebih sekitar Rp. 6 juta untuk membangun instalasi tersebut. Cara kedua dengan menggunakan ember atau panci.
Namun, jika Anda menggunakan ember diperlukan waktu menunggu 15 sampai 20 menit untuk mengendapkan polutan yang ada pada air hujan. Sri Wahyuningsih juga menambahkan jika mineral asam yang terkandung dalam air hujan, bagus digunakan sebagai bahan pupuk.
“Mineral asam air tetap bisa dimanfaatkan, sehingga tidak ada unsur yang terbuang. Mineral asamnya bisa digunakan sebagai bahan untuk pupuk,” jelas Sri Wahyuningsih kepada salah satu koran lokal kota Yogyakarta.