Tidak adanya wadah kreatif untuk para penyandang tuli di kota Malang, lima pemuda bernama Nur Syamsan Fajrina, Dina Amalia Fahima, Fikri Muhandis, Muria Najihul Ulum, dan Safitri Safira berinisiatif membangun Komunitas Akar Tuli pada 13 September 2013 di Pusat Studi Layanan Disabilitas Universitas Brawijaya.
Di dalam Komunitas Akar Tuli, tidak hanya teman-teman tuli berusia muda saja yang bisa bergabung, namun berbagai usia bisa terlibat di dalamnya. Selain itu, tidak hanya dari kota Malang saja yang ikut bergabung, berbagai teman-teman tuli dari Jawa Barat, Jawa Tengah dan luar Pulau Jawa juga ada yang ikut bergabung di komunitas kreatif satu ini.
Rata-rata dari mereka yang berasal dari luar kota Malang, merupakan pelajar, mahasiswa dan karyawan yang ada di kota Malang. Uniknya, setiap penyandang tuli yang ada di Komunitas Akar Tuli ternyata memiliki cara berkomunikasi yang berbeda-beda.
Penyandang Tuli di kota Malang sendiri banyak yang diperlakukan secara diskriminasi dan dipandang sebelah mata oleh kebanyakan masyarakat umum. Sering kali, penyandang tuli menjadi bahan olok-olokan dan membuat mereka berputus asa untuk melanjutkan sekolah.
Untuk itu, dengan adanya Komunitas Akar Tuli para penyandang tuli di kota Malang perlahan mulai mendapatkan kepercayaan diri dan mendapatkan berbagai ilmu pelajaran dari para relawan yang tergabung di Komunitas Akar Tuli.
Para relawan di Komunitas Akar Tuli juga bertugas memperkenalkan bahasa isyarat atau bahasa yang digunakan penyandang tuli kepada masyarakat sekitar. Tujuannya adalah agar enyandang tuli bisa berkomunikasi dengan masyarakat umum. Semakin banyak masyarakat fasih menggunakan bahasa isyarat, semakin baik pula dampak terhadap penyandang tuli.
Biasanya, Komunitas Akar Tuli untuk memperkenalkan bahasa isyarat kepada masyarakat dilakukan saat Car Free Day berlangsung. Tidak sampai di situ saja, Komunitas Akar Tuli juga telah menghasilkan anggota berprestasi.
Seperti Octaviany Wulansari yang terpilih menjadi kandidat Deaf World 2011 di Ceko dan Yoga Dirgantara yang mewakili Indonesia dalam Miss & Mister Deaf International 2014.Di tahun 2014, salah satu anggota Komunitas Akar Tuli bernama Yoga Dirgantara berhasil meraih prestasi membanggakan di kancah internasional.
Yoga Dirgantara berhasil mewakili Indonesia di kontes Miss & Mister Deaf International 2014, sebuah kontes untuk para penyandang tuli di dunia yang memiliki bakat seni dan budaya.
Sedikit informasi saja, di Indonesia bahasa isyarat dengan sistem isyarat bahasa Indonesia atau (SIBI) yang distandarisasikan oleh pemerintah dinilai kurang praktis oleh para penyandang tuli di Indonesia.
Rata-rata dari para penyandang tuli di Indonesia lebih nyaman menggunakan bahasa isyarat Indonesia (Bisindo), alasannya karena lebih mudah, praktis dan cepat dipahami. Bisindo sendiri lebih menjelaskan huruf yang ingin diucapkan penyandang tuli.