Pekan lalu, belasan wisatawan mancanegara (wisman) yang tinggal di Bali, memprotes bunyi kokokan ayam di pagi hari milik warga setempat. Bahkan, sebanyak 17 orang warga negara asing (WNA) itu pun melayangkan petisi Kantor Camat Kuta Selatan, Kabupaten Badung, Bali. Dari situ, Sob, jadi kepikiran nggak sih. Alih-alih kokok ayam dipetisikan, wisatawan kudu hormati budaya lokal.
Terkait kejadian menghebohkan itu, Kepala Dinas Pariwisata (Dispar) Provinsi Bali Tjok Bagus Pemayun mengungkapkan, suara kokok ayam merupakan hal biasa di permukiman warga di Pulau Dewata. Kejadian protes para wisman sejak dua pekan lalu disebutnya sebagai fenomena baru bagi dunia pariwisata Bali.
“Yang protes satu orang wisman Amerika, (para wisman) yang (dari) Rusia ikut. Jadi totalnya 17 WNA yang komplain,” kata Tjok Bagus, seperti dikutip dari Detik.
Tjok Bagus menjelaskan Dispar Provinsi Bali telah mempertemukan pemilik ayam dan pemilik penginapan tempat para WNA tinggal, yaitu Anumaya Bay View Jimbaran di Badung.
“Wisatawan itu kalau memang dia mau tinggal di tempat kawasan permukiman, dia harus mengikuti apa yang menjadi kearifan lokal. Kalau memang warga di sana memelihara ayam, itu biasa, kan bukan sebagai peternak yang besar-besaran,” tuturnya.
Akibat kejadian tersebut, Tjok mengusulkan pemerintah provinsi untuk menata kembali pariwisata agar lebih tertib. Khusus bagi wisatawan, menurutnya, perlu sekali untuk memahami dan menghormati kearifan budaya lokal yang ada di Bali. Ini penting agar tidak terulang kejadian serupa kokok ayam dipetisikan, sebaliknya wisatawan kudu lebih menghormati budaya lokal setempat.
Masyarakat Bali juga sudah sejak lama memelihara anjing, burung, dan kucing. Bentuk kearifan lokal lain di Bali adalah mengadu atau sabung ayam.
“Kalau Anda mau tinggal di tempat lain, silakan di hotel, sudah ditawarkan,” ujarnya, yang ditujukan bagi wisatawan.
Peringatan Deportasi
Senada dengan itu, Kepala Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan HAM Bali Anggiat Napitupulu meminta WNA yang tak senang dengan suara kokok ayam untuk menginap di hotel yang lebih menjauh dari permukiman.
Sebelumnya, para wisman yang mengajukan komplain terganggu bunyi kokok ayam itu telah menginap di homestay yang berlokasi dekat Gedung Fakultas Pertanian Universitas Udayana. Mereka menempati penginapan itu sejak sebelum pandemi Covid-19.
Anggiat menegaskan, pihaknya sudah mengedukasi para WNA itu.
“Ya, namanya ayam dan namanya kos-kosan (homestay) itu kan nggak ada regulasinya. Ini Indonesia, lho. Jadi, kalau kita tinggal di kos-kosan nggak ada jaminan kenyamanan, kan,” tutur Anggiat, Rabu (8/3/2023).
Lebih dari itu, William, salah satu WNA asal Amerika Serikat yang mengusulkan petisi kokok ayam, sudah diperingatkan Anggiat. Salah satu poin keberatan WNA adalah terganggu dengan suara kokok ayam saat pagi buta. Petisi itu dilayangkan pada Kamis lalu (2/3/2023).
Sejauh ini, kata Anggiat, visa wisman dari AS itu masih berlaku dan tidak memiliki catatan buruk atau pelanggaran selama tinggal di Bali. Bila si wisman kembali membikin gaduh, Kanwil Kemenkumham akan segera mendeportasinya.
“Jadi, kalau dia bikin petisi lagi, berarti dia sengaja menimbulkan kegaduhan di masyarakat. Ya sudah, saya ancam saja deportasi,” tandasnya.
Sementara itu, Gubernur Bali Wayan Koster meminta warga untuk tidak menghiraukan protes bule terhadap suara kokok ayam. Bahkan Koster membiarkan warga Bali untuk tetap memelihara ayam sebagaimana biasa.
“Kalau dia (wisatawan) nggak suka dengan kokokan ayam, dia nggak usah ke Bali. Udah, gitu aja. Kita nggak ada urusan sama orang kayak begitu,” kata Koster di Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan HAM Bali, Minggu (12/3/2023).
“Tetap pelihara ayam banyak-banyak, masak pelihara ayam dilarang,” ucapnya tegas.
Buat Sobat wisman dan wisnus yang berlibur ke Bali, yuk mari hormati budaya lokal dari warga setempat!