Pada kondisi di tengah pandemi corona seperti ini membuat beberapa orang kehilangan pekerjaan. Salah satunya termasuk pria asal Magelang bernama M Khairul. Namun, justru kini ia menjadi pebisnis dan disebut sebagai Khairul eksportir ubi madu yang terbilang sukses.
Diketahui Khairul menjadi korban PHK saat pandemi melanda, lalu ia berusaha bangkit dan dan tetap bertahan hidup dengan menjadi Khairul eksportir ubi madu. Lewat sebuah video yang diunggah di kanal YouTube Capcapung pada 13 Januari 2021 lalu, kisahnya itu dibagikan.
Khairul yang awalnya bekerja di salah satu perusahaan swasta di Jakarta itu menceritakan kisahnya yang di PHK dan harus kembali ke Magelang saat pandemi datang.
“Awalnya bulan Maret 2020, saat awal pandemi corona. Saya kena PHK karena kantor tidak bisa beroperasi. Akhirnya saya pulang ke Magelang,” kata Khairul.
Akhirnya setelah pulang ke kampung halamannya itu Khairul meniatkan diri untuk mencoba bertani dan memilih ubi madu sebagai tanaman yang akan ia kembangkan. Tentunya Khairul melakukan riset terlebih dahulu sebelum ia mulai bertanam.
Saat mengetahui bahwa orang-orang di Jepang, Korea dan Singapura menyukai ubi madu, Khairul langsung mengetahui pasarnya sebelum ia bertanam dan mengekspor.
“Tau kalau orang Jepang, Korea, Singapura suka ubi madu itu dari internet. Lalu saya ada teman eksportir, saya tanya bahan makanan apa yang bisa diekspor, dijawab ubi madu. Jadi saya sudah tahu pasar, sebelum menanam,” ujarnya.
Selama 3 bulan, ia juga sempat mempelajari soal bertani ubi madu. Kemudian Khairul mencoba untuk bekerja sama dengan petani setempat yang memiliki lahan. Di lahan itulah ubi madunya di tanam.
Karena tidak menggunakan pupuk kimia ubi yang ditanamnya tersebut termasuk organik. Ia mengklaim ubinya itu tumbuh subur berkat pupuk alami yang terkandung dalam lahan sawah yang bekas ditanami padi.
Menurutnya, ubi madunya itu hanya dihargai Rp 2.000 per kilogram di pasar lokal. Sementara harga untuk komoditas ekspor mencapai Rp 10.000 per kilogram. Berdasarkan hal tersebut, Khairul dapat meraup keuntungan yang lebih banyak.
Tidak membutuhkan waktu yang begitu lama, masa panen ubi madu ini hanya butuh waktu 3,5 bulan hingga ubinya siap panen. Ukuran untuk ubi madu yang diekspor itu berukuran sedang.
“Kalau buat ekspor ukurannya sedang, mereka nggak suka yang terlalu besar. Sekilo isi 3 atau 4. Kalau yang besar-besar buat di pasar lokal, biasanya dijual ke penjual gorengan,” ujar Khairul.
Dengan modal sekitar Rp 12 juta, Khairul mengawali bisnisnya itu untuk membeli bibit dan biaya perawatan sawah. Tetapi saat sudah masa panen ubi, yakni 3,5 bulan ia bisa mengekspor sebanyak 10 ton ubi madu dan mendapatkan omset yang berkali-kali lipat hingga mencapai Rp 100 juta.
Khairul tetap merasa bersyukur meskipun sebelumnya ia sempat merasakan stress karena kehilangan pekerjaannya. Terbukti kini dirinya telah menemukan jalan rezekinya lagi lewat bertani ubi madu yang bahkan hasilnya jauh lebih besar dari hasil gajinya sebagai seorang karyawan swasta.
Khairul berpesan kepada anak-anak muda di luar sana untuk jangan pernah merasa malu menjadi seorang petani. “Bertani itu baik, anak muda ayo bertani. Petani itu keren, petani itu kaya,” tutupnya.