Memiliki nama ilmiah Argusianus argus, Kuau Raja merupakan salah satu burung dari suku Phasianidae yang banyak ditemukan di Pulau Sumatra dan tersebar di berbagai negara di Asia Tenggara.
Meskipun tidak begitu terkenal seperti Merak, Jalak, Cendrawasih dan Kasuari, Kuau Raja memiliki keunikan tersendiri, yakni ratusan corak berbentuk bulatan kecil yang menyerupai mata. Corak tersebut terdapat hampir di seluruh tubuhnya.
Sebagai hewan yang hidup di hutan tropis, burung satu ini telah ditetapkan sebagai fauna khas Sumatra Barat lewat Kepmendagri Nomor 48 Tahun 1989. Selain bulatan kecil yang terdapat pada tubuhnya, burung khas Sumatra ini memiliki keistimewaan lainnya, yakni:
– Pada burung pejantan memiliki dua bulu utama pada ekor sepanjang satu meter
– Bulu-bulu pada tubuhnya didominasi oleh warna coklat kemerahan
– Bulu pada bagian kepala berwarna biru
– Ukuran pejantan biasa bisa mencapai 2 meter
– Ukuran betina biasanya mencapai 75 cm dengan jambul kepala kecoklatan
– Ketika mengepakan sayap, bulu panjang yang dimiliki Kuau Raja akan membentuk seperti kipas raksasa hingga tinggi mencapai 140 cm
– Pada saat musim kawin, pejantan biasanya memamerkan bulu-bulu indah kepada betina.
– Pejantan memiliki suara khas yang biasa dibunyikan setiap 15-30 detik.
– Suara burung Kuau Raja diperkirakan bisa terdengar hingga jarak ratusan meter.

Untuk bertahan hidup, biasanya burung ini memakan buah-buahan, siput, biji-bijian, semut hingga serangga. Untuk habitatnya sendiri, biasanya mereka hidup di kawasan hutan dan dataran rendah dengan ketinggian 1.300 meter dari permukaan laut.
Nama ilmiah Argusianus argus sendiri diberikan oleh salah satu ilmuwan terkenal asal Swedia bernama Carolus Linnaeus (1707-1778). Nama tersebut diambil dari mitologi Yunani, “Argus” berarti “raksasa bermata seratus”. Dalam bahasa Inggris juga dikenal dengan sebutan Great Argus.
Tokoh ternama dunia lainnya yang pernah menggambarkan burung khas Sumatra ini antara lain Charles Darwin melalui buku berjudul The Descent of Man yang terbit pada 1874 dan ilustrator TW Wood yang pernah menggambarkan burung cantik ini sedang mengembangkan kipas raksasanya.
Dengan banyaknya kerusakan hutan akibat penebangan kayu liar, alih fungsi hutan, kebakaran hutan di wilayah habitatnya, serta perburuan liar, Balai Konservasi Sumber Daya Alam Sumatra Barat mengungkapkan populasi burung khas Sumatra ini mulai menurun.
Belum diketahui pasti jumlah populasi burung asal Sumatra satu ini di Indonesia. Catatan pada 2013 dari International Union for Conservation of Nature (IUCN) menjelaskan Kuau Raja masuk ke dalam Appendix II CITES dengan status Near Threatened atau mendekati nyaris punah.