Beberapa waktu belakangan ini, masyarakat Indonesia dihebohkan dengan beberapa kasus tabrak lari yang mengakibatkan nyawa korban melayang. Salah satu kasus yang menjadi perhatian adalah korban justru menjadi tersangka, sedangkan pelaku kemungkinan besar tidak dikenakan sanksi.
Lalu sebenarnya, apa sih hukuman untuk seseorang yang melakukan tabrak lari? Apakah tindakan tersebut tidak termasuk perbuatan kejahatan baik ringan maupun berat? Lalu, mengapa korban bisa dijadikan tersangka?
Menurut mantan Kasubdit Gakkum Polda Jaya sekaligus pemerhati masalah transportasi dan hukum, Budiyanto menjelaskan jika tindakan modus tabrak lari dikelompokkan sebagai sebuah kejahatan dalam Pasal 316 Undang-Undang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.
Sedangkan ketentuan pidana dalam kecelakaan dengan modus tabrak lari dapat dikenakan Pasal 312 Undang-Undang No 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan dengan ancaman penjara paling lama tiga tahun atau denda paling banyak Rp75 juta.
Selain itu, pelaku juga bisa dikenakan sanksi lebih berat atau dikenakan pasal berlapis, tergantung dari akibat yang ditimbulkan dari kecelakaan tersebut. Mengenai kepastiannya, tentu saja hal yang paling dasar adalah pencabutan SIM seumur hidup bagi pelaku dan pencabutan itu dilakukan oleh Korlantas Polri.
“Pasal 312 dapat dikenakan sebagai sanksi pemberat dapat Yuntokan atau dikenakan pasal berlapis sesuai ketentuan Pidana yang diatur dalam Undang-Undang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan tergantung dari akibat yang ditimbulkan dari kecelakaan tersebut,” jelas Budiyanto seperti dikutip DetikOto.
Di sisi lain, mengutip Human on Wheels dari artikel yang ditulis oleh Ilman Hadi SH pada 2013 lalu. Dijelaskan bahwa hukuman untuk pengemudi kendaraan bermotor yang menyebabkan kecelakaan lalu lintas yang mengakibatkan korban luka, baik luka ringan maupun luka berat atau meninggal dunia diancam dengan sanksi pidana yang diatur dalam Pasal 310 ayat 2, 3 dan 4 UU LLAJ.
Mengenai isi Undang-Undang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan Pasal 310 berbunyi:
Ayat (2): Setiap orang yang mengemudikan kendaraan bermotor yang karena kelalaiannya mengakibatkan kecelakaan lalu lintas dengan korban luka ringan dan kerusakan kendaraan dan atau barang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 229 ayat (3), dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun dan atau denda paling banyak Rp2 juta.
Ayat (3): Setiap orang yang mengemudikan kendaraan bermotor yang karena kelalaiannya mengakibatkan kecelakaan lalu lintas dengan korban luka berat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 229 ayat (4), dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan atau denda paling banyak Rp10 juta.
Ayat (4): Dalam hal kecelakaan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) yang mengakibatkan orang lain meninggal dunia, dipidana dengan pidana paling lama 6 (enam) tahun dan atau denda paling banyak Rp12 juta.
Sekedar informasi saja, beberapa waktu lalu terjadi kasus tabrak lari yang mengakibatkan mahasiswa Universitas Indonesia meninggal dunia. Dalam kasus tersebut, Polda Metro Jaya menetapkan korban (bernama Muhammad Hasya Atallah Syahputra) sebagai tersangka.
Dikarenakan korban (tersangka) telah meninggal dunia, maka Polda Metro Jaya menghentikan kasus tersebut dan telah menerbitkan surat perintah penghentian penyidikan (SP3).
Adapun alasan penghentian penyidikan, salah satunya karena tersangka sudah meninggal dunia.
“Pertama, karena kasus itu telah kadaluarsa. Kedua, tidak cukup bukti. Yang ketiga, tersangka (Muhammad Hasya) sudah meninggal dunia. Jadi ada kepastian juga di situ kenapa kami beri SP3,” jelas Dirlantas Polda Metro Jaya Kombes Pol Latif Usman, dalam jumpa pers, pada Sabtu (28/1/2023).
Mengenai alasan pihak kepolisian menetapkan Muhammad Hasya menjadi tersangka adalah kecelakaan terjadi karena kelalaian korban saat berkendara.
“Kenapa dijadikan tersangka ini? Karena lalai mengendarai sepeda motor. Sehingga menghilangkan nyawanya sendiri,” sambung Latif Usman.