Dalam rangka menjadikan makanan pokok pengganti nasi, warga Kepulauan Meranti, Provinsi Riau sudah beberapa tahun ini banyak memanfaatkan pati sagu untuk dikonsumsi dan menjadi sumber mata pencaharian.
Menurut jurnal Litbang Pertanian, Kepulauan Meranti, Provinsi Riau merupakan salah satu daerah penghasil pati sagu utama di Indonesia. Dengan luas 50.000 ha, jenis-jenis sagu yang tumbuh di Kepulauan Meranti terdapat tiga macam, yakni Sagu Duri, Sagu Bemban (tidak berduri) dan Sagu Sangka (jarang berduri).
Dari ketiga jenis sagu tersebut, Sagu Duri paling banyak diolah oleh masyarakat setempat. Pengolahan pati sagu beragam antara 134,53 kg – 354,61 kg pati sagu kering/pohon dengan rata-rata produksi 226,34 (+56,03) kg/pohon.
Dari tiga lokasi sagu yang diteliti selama dua tahun, populasi Desa banyak berada di Desa Darul Takzim, Kecamatan Tebing Tinggi Barat. Secara umum produktivitas pati sagu lebih tinggi dibandingkan dengan populasi sagu di Desa Sungai Tohor dan Desa Tanjung.
Litbang Pertanian juga mencatat bahwa pati sagu di Selat Panjang memiliki kandungan karbohidrat sebesar 88,19% dengan kadar air 10,36%. Dengan begitu, sagu sangat cocok dijadikan pengganti beras untuk dijadikan makanan pokok di Indonesia.
Bupati Kabupaten Kepulauan Meranti, Irwan Nasir juga mengungkapkan jika sagu sangat cocok dijadikan pengganti beras saat bertemu dengan Sekjen HKTI, Mayjen (Purn) Bambang Budi Waluyo akhir tahun lalu.
“Kami ingin sampaikan bahwa petani sagu di Kepulauan Meranti sedang merasakan dampak dari pandemi Covid-19. Padahal sagu memiliki potensi ekonomi yang sangat besar,” jelas Irwan Nasir seperti dikutip Antara.
Bupati Kepulauan Riau juga menjelaskan jika sagu bisa menjadi pangan seperti beras dan produksinya lebih stabil karena bisa dipanen sepanjang tahun. Ia juga berharap Himpunan Kerukunan Tani Indonesia (HKTI) dapat membina petani sagu, mengingat luas areal sagu di Indonesia merupakan yang terbesar di dunia, terutama di Papua.
“Lahan padi kita semakin berkurang dan panennya pada waktu tertentu. Terlebih lagi banyak kendala seperti gagal panen dan hama. Namun, sagu lebih konstan karena bisa dipanen sepanjang tahun dan bisa ditanam kapanpun,” tambahnya.
Sagu sendiri bisa diolah menjadi sagu parut kering yang dapat dijadikan pakan ternak. Potensi dalam bisnis sagu pun terbilang cukup besar. Tercatat, Kepulauan Meranti di Provinsi Riau telah menghasilkan transaksi sagu mencapai dua triliun rupiah per tahun.
“APBD kami hanya sekitar Rp. 1,3 triliun rupiah per tahun, sementara transaksi sagu mencapai dua triliun rupiah per tahun,” tutup Bupati.
Sejauh ini, dalam hal kebijakan petani sagu di Kepulauan Meranti mengalami kendala perizinan. Hal ini disebabkan karena penundaan izin baru (PIPIB) dari KLHK, untuk itu Irwan berharap Bulog ikut andil agar petani sagu dapat berkembang seperti petani beras dan tanaman lainnya.
Sekedar informasi saja, jika sagu bisa berfungsi menjaga lingkungan dari kebakaran hutan dan lahan (karhutla) dan sagu bisa menjaga ketahanan pangan juga kedaulatan pangan di Tanah Air.