Kementerian Perindustrian mendorong pengembangan industri kakao dan coklat di Indonesia. Salah satunya seperti mengembangkan coklat artisan Indonesia dari industri kakao yang dinilai punya nilai tambah yang tinggi.
Menurut Direktur Jenderal Industri Agro Kementerian Perindustrian, Putu Juli Ardika, terdapat 31 produsen coklat artisan Indonesia yang mengeksplorasi 600 jenis coklat dengan rasa yang khas dan unik. Para artisan mengolah kakao menjadi produk coklat secara bean-to-bar dengan kapasitas 1.242 ton per tahun.
“Pangsa pasar coklat artisan saat ini baru 1,3 persen dari potensi 10 persen pasar coklat di Indonesia, sehingga potensi pengembangannya masih luas,” ujar Putu.
Perbandingan coklat artisan dari industri kakao dengan coklat biasa pun cukup signifikan. Coklat artisan memiliki nilai tambah 700 hingga 1.500 persen, sedangkan coklat biasa hanya 100 hingga 300 persen.
“Produsen coklat artisan juga menerapkan program keberlanjutan dan ketelusuran (sustainability & traceability) biji kakao sehingga dapat memenuhi persyaratan pasar luar negeri seperti European Union Deforestation Regulation (EUDR),” tuturnya.
Seperti yang kita tahu, industri kakao di Indonesia sudah mendunia. Bahkan kini Indonesia mengambil peran penting sebagai negara pengekspor kakao terbesar ke-3 di dunia setelah Belanda dan Pantai Gading. Hal ini diketahui berdasarkan data International Cocoa Organization (ICCO) tahun 2022/2023.
Negara-negara yang mengimpor kakao dari Indonesia, antara lain Amerika Serikat, India, dan Cina. Sejumlah negara yang tergabung di Uni Eropa pun mengandalkan produk kakao Indonesia.
“Industri kakao olahan Indonesia memainkan peran penting di rantai pasok global. Kakao juga salah satu kontributor bagi perekonomian nasional dan penerimaan devisa negara. Nilai ekspor produk kakao olahan dari 1 miliar dolar AS per tahun,” ungkap Putu saat menghadiri gelaran The 8th Indonesian International Cocoa Conference & Dinner 2023 di Bali, Kamis (14/9/2023).
Kemampuan pengolahan kakao di Indonesia juga dinilai mampu menarik investasi dari 11 produsen kakao terkemuka dari seluruh dunia. Untuk memproduksinya mereka mempekerjakan kurang lebih 2.500 tenaga kerja langsung dengan kapasitas produksi 739.250 per tahun untuk cocoa butter, cocoa liquor, cocoa powder, dan cocoa cake. Sementara untuk kelompok industri olahan kakao hilir, terdapat 900 perusahaan industri pengolahan coklat dengan kapasitas 462.126 ton per tahun.
“Peluang pengembangan industri olahan kakao masih terbuka luas, terutama di sisi hilir. Saat ini Indonesia masih mengimpor produk hilir olahan kakao sehingga produksinya masih perlu dipacu untuk mengurangi impor,” tutur Putu.