Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) baru-baru ini menjelaskan tentang penyebab penurunan muka tanah di wilayah DKI Jakarta nih, Sob. Menurut Sekretaris Jenderal (Sekjen) Kementerian PUPR Mohammad Zainal Fatah, hal ini terjadi karena over extraction (ekstraksi berlebih).
“Karena land subsidence (penurunan muka tanah) di Jakarta kan isu besar, dan itu diyakini dan sekarang terus dimonitor itu bisa terjadi karena over extraction air tanah,” jelas Mohammad Zainal Fatah di Auditorium Kemen PUPR, Jakarta, Kamis (19/1/2023).
Diprediksi, beberapa wilayah di Indonesia pun mengalami kejadian yang sama (over extraction). Untuk mengatasi permasalah tersebut, Kemen PUPR pun saat ini bersama tim dari Jepang dan para ahli dari Institut Teknologi Bandung (ITB) akan melakukan studi untuk menahan penurunan tanah berlebih di DKI Jakarta.
“Oleh karena itu, apa yang harus kita lakukan? Tentu, kita menahan. Cuma, dari sisi kebijakan, kalau kita tahan air tanah, sementara air permukaannya tidak cukup, kan malah jadi bencana baru bagi rakyat,” tambah Mohammad Zainal Fatah.
Selain itu, Kemen PUPR terus mengupayakan mendorong suplai tambahan permukaan air di Jakarta. Contohnya, melalui pembangunan tiga Sistem Penyediaan Air Minum (SPAM) yakni Jatiluhur, Karian-Serpong, dan Juanda.
Diharapkan dengan adanya SPAM ini dapat memberikan pasokan air sebesar 9.000 liter per detik 10.000 liter per detik.
“Kan nggak mungkin, kita bicara, kamu nggak boleh ngambil air tanah, terus air dari mana?Jadi, kebijakannya kayak gitu. Bukan kebijakan satu-satunya kamu nggak boleh, kita penuhi dulu (kebutuhan air),” tanda Zainal.
Sekedar informasi saja, Nature Climate Change salah satu website yang berisikan jurnal komunitas riset dari berbagai dunia mencatat, wilayah kota Jakarta tiap tahunnya mengalami penurunan tanah sekitar 1-15 cm. Sehingga diprediksi sebagian wilayah khususnya yang berdekatan dengan pantai akan tenggelam pada 2030.