Di tengah kekisruhan naiknya harga minyak bumi hingga minyak goreng, masih ingatkah kamu dengan minyak tanah? Ya, sebelum masifnya pemakaian LPG sebagai alat untuk memasak, banyak masyarakat Indonesia memakai kompor berbahan bakar minyak tanah. Namun, di era sekarang, mungkin kita sudah jarang lagi menemukan kompor minyak tanah, karena minyak tanahnya sendiri sudah jarang ditemukan di warung-warung. Kita-kira, kemana perginya minyak tanah?
Sebelum membahas kemana perginya minyak tanah, ada baiknya kita juga sedikit flashback ketika pertama kali minyak tanah ditemukan yaitu pada tahun 1883. Di Indonesia sendiri diketahui tempat pertama kali ditemukan minyak bumi secara tidak sengaja berada di daerah Langkat, Sumatra Utara. Karena penemuan inilah, kemudian minyak bumi diolah menjadi minyak tanah atau kerosene.
Meski sempat ditemukan, minyak tanah kembali langka di Indonesia saat masa kolonialisme Jepang. Kelangkaan minyak tanah sebagai bahan energi kompor rumah tangga ini sempat langka saat masa orde lama hingga era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). Kala itu minyak tanah diketahui dijual sekitar Rp1.300-Rp1.400 per liter.
Kelangkaan minyak tanah di Indonesia disebabkan oleh beberapa faktor. Pertama dari ssi penimbunan yang dilakukan oleh distributor minyak tanah. Lalu ada juga isu pencampuran minyak tanah dengan solar. Dengan langkanya minyak tanah, konsumsi minyak tanah diakui pemerintah sangat membebani anggaran negara.
Konversi Minyak Tanah ke LPG
Dan hingga akhirnya pada 2007, konversi minyak tanah ke LPG mulai dilakukan. Keputusan untuk menjalankan program konversi diambil karena dianggap paling tepat untuk memberantas penyelewengan dalam penjualan minyak tanah.
Selain itu, menurut Kementrian ESDM, dengan melakukan perpindahan ke LPG, setiap rumah tangga bisa menghemat sekitar Rp16.500 hingga Rp29.250 rupiah.
Tentu saja, hal ini tak hanya menyelesaikan permasalahan dalam negeri, “hijrah”-nya masyarkat Indonesia ke LPG dilakukan karena kala itu harga minyak dunia bertengger di kisaran US$50- 60 dollar per barrel. Ditambah lagi, Indonesia masih mengimpor minyak tanah yang dibeli menggunakan dollar, sedangkan dijual dalam negeri dengan rupiah.
Berdasarkan data Kementerian ESDM, konversi minyak tanah ke LPG dijalankan mulai 2007 hingga akhir 2010 dengan pembagian paket perdana sebanyak 44.675.00 unit ke seluruh wilayah di Indonesia. Sebanyak 3.793.000 metrik ton (MT) LPG telah dikonsumsi masyarakat sasaran.
Di saat yang bersamaan, jumlah minyak tanah yang ditarik dari peredaran juga mencapai 11.317.000 KL. Penghematan yang berhasil dilakukan mencapai sebesar Rp19,34 triliun.
Minyak Tanah Saat Ini
Minyak tanah ternyata nggak pergi kemana-mana. Hingga kini pendistribusiannya masih diatur oleh lembaga BUMN Pertamina. Harganya pun saat ini berkisar antara Rp14.000 hingga Rp16.000 per liter.
Vice President Corporate Communication Pertamina, Fajriyah Usman mengatakan bahwa alasan Pertamina masih memasok minyak tanah ke wilayah Indonesia, terutama Indonesia wilayah timur, karena di sana minyak tanah masih menjadi andalan sektor rumah tangga.
Namun, meski lebih dari 10 tahun berlalu, kartel minyak tanah hingga pengonsumsian oleh kelompok yang tidak berhak menerima juga masih langgeng. Bahkan di tahun ini, minyak tanah kembali dikabarkan langka di Maluku.
Melihat hal tersebut, pemerintah Indonesia diketahui tengah mewacanakan untuk berganti DME (Dimethyl Ether), yaitu pengganti LPG yang dianggap lebih ramah lingkungan karena berasal dari hasil olahan atau pemrosesan dari batu bara berkalori rendah. Apakah hal ini akan semakin mengikis keberadaan minyak tanah? Belum tentu. Selama minyak bumi masih tersedia, produk olahannya seperti minyak tanah masih dapat dibuat.