Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI) bekerja sama dengan EY Parthenon Indonesia menerbitkan riset dengan judul “Studi Pasar dan Advokasi Kebijakan UMKM Indonesia”. Hasilnya memproyeksikan kebutuhan pembiayaan UMKM tembus hingga Rp4.300 triliun di tahun 2026. Kok bisa?
Hal ini dikatakan oleh sekretaris Jenderal AFPI, Sunu Widyatmoko. Menurutnya total keseluruhan kebutuhan pembiayaan UMKM pada 2026 diprediksi mencapai Rp4.300 triliun dengan kemampuan suplai sebesar Rp1.900 triliun.
“Artinya terdapat selisih Rp2.400 triliun total kebutuhan pembiayaan sektor UMKM, dan sektor ini memiliki pertumbuhan kurang lebih dari 7% dari 2022 hingga 2026,” ungkap Sunu dalam acara peluncuran riset EY dan AFPI pada Jumat (14/7), di Jakarta.
Penyebab adanya selisih antara kemampuan suplai dengan perkiraan total pembiayaan kebutuhan UMKM ini karena kesenjangan kredit yang kian terus bertambah.
“Kesenjangan dapat terus melebar jika kondisi pasokan pembiayaan tetap sama tanpa dibarengi kebijakan pendukung tambahan. Insentif pendanaan yang menarik tentunya akan mendorong peningkatan pasokan pembiayaan,” ujar Anugrah Pratama selaku Partner EY Parthenon Indonesia, Strategy and Transactions.
Selain itu kontribusi pembiayaan UMKM dari fintech pada 2026 mendatangkan juga diprediksi cukup kecil. Dalam hal ini diperkirakan hanya sebesar 1 persen dari total pasokan serta akan bertumbuh dengan laju 0,1 persen pada 2026.
Menurut Sunu, salah satu yang menjadi faktornya hal ini disebabkan karena literasi seputar keuangan dan digital di kalangan pelaku UMKM di berbagai daerah Indonesia masih kurang.
“Hal ini disebabkan belum merata dan masih rendahnya literasi keuangan dan literasi digital di berbagai daerah. Serta belum terbentuk ekosistem regulasi dan operasi bagi fintech lending yang mendukung model bisnis dan pangsa pasar mereka,” katanya.
Oleh karena itu, dari hasil riset tersebut diharapkan bisa mendukung pengambilan kebijakan pemberian pembiayaan bagi pemangku kepentingan, terutama untuk penyelenggara Fintech Peer to Peer (P2P) Lending untuk memperkuat pertumbuhan ekonomi lewat peran UMKM.
Sementara itu, AFPI yang notabennya sebagai asosiasi yang menaungi penyelenggara Fintech P2P Lending merasa perlu melakukan pemetaan segmentasi UMKM. Sebab hal tersebut berguna untuk mengetahui lebih rinci tentang kondisi UMKM di Indonesia.
“Harapannya anggota AFPI dapat menambah visibilitas terhadap potensi UMKM ke depan sehingga menjadi sumbangsih nyata kami terhadap pertumbuhan ekonomi nasional,” ujat Sunu.
Sejauh ini terdapat 4 kelompok UMKM berdasarkan segmentasinya yang baru dilakukan riset oleh AFPI dan EY. Adapun keempatnya ini terdiri dari Kelompok Bisnis Prospektif, Kelompok Kebutuhan Dasar, Kelompok Bisnis Konvensional Bertahan, dan Kelompok Bisnis Unggul.