Sobat penyuka cerita bersejarah, ada tau nggak gimana asal-muasal nama Glodok, Senayan, dan Senen? Ketiga kawasan di Kota Jakarta itu punya seluk-beluk menarik hingga dinamai seperti kita kenal sekarang. Kelanjutan seri “Tentang Jakarta”, simak ketiga kisah kawasan bersejarah di Jakarta di artikel ini.
Glodok
Kelurahan Glodok yang terkenal sebagai tempat berburu kuliner tradisional maupun kekinian ini berada dalam wilayah Kecamatan Taman Sari, Jakarta Barat. Di sini, juga masih tersimpan kekayaan citra penduduk keturunan Tionghoa yakni dikenal dengan Pecinan Glodok.
Lalu, bagaimana asal-usul nama Glodok? Apakah Sobat pernah mendengar suara “glodok-glodok–glodok”? Kira-kira mirip bunyi apa ya?
Nah, ternyata salah satu asumsi yang melatari nama Glodok adalah dari tiruan bunyi kucuran air dari pancuran, yaitu grojok. Istilahnya onomatope. Dirunut dari sejarahnya, dahulu sekitar tahun 1670 ada semacam waduk penampungan air dari sungai Ci Liwung yang dikucurkan dengan pancuran kayu dari ketinggian sekira 3 meter.
Seperti diungkap oleh Rachmat Ruchiat dalam buku Asal-Usul Nama Tempat di Jakarta (2018), ceritanya oleh orang-orang Tionghoa totok atau asli kebanyakan yang tinggal di situ, kata grojok terdengar menjadi glodok. Lambat laun, bunyi glodok diserap menjadi nama kawasan itu.
Penamaan Jembatan Glodok lalu berkembang meluas karena di ujungnya terdapat tangga-tangga menempel di tepi kali yang dibuat pada 1643. Nah, di tangga itulah warga biasa mandi dan mencuci. Dalam bahasa Sunda, tangga semacam itu disebut golodok.
Sebagai kawasan pecinan, Glodok kini beken dengan sejumlah pilihan rumah makan, seperti Petak Sembilan dan Petak Enam. Kalau ke sini, Sobat bakal menyaksikan keriuhan restoran dengan desain bernuansa Negeri Tirai Bambu. Ada juga kedai teh dan restoran Pantjoran Tea House yang juga hits. Konon, kedai teh menempati bangunan bekas toko obat tertua di Jakarta, Chung Hwa.
Senayan
Bagi penggemar olahraga dan acara musik, nama Senayan sulit untuk diabaikan begitu saja. Mengarah ke tengah kota, kawasan bersejarah dan pusat bisnis di Jakarta ini jadi beken setelah didirikannya gelanggang olahraga (gelora) di situ. Apalagi kalau bukan Gelanggang Olahraga Senayan atau kini dikenal publik sebagai Gelora Bung Karno (GBK).
Di peta terbitan Topographisch Bureau Batavia pada 1902, kawasan ini diterakan sebagai Wangsanajan atau Wangsanayan. Dari artinya, kata wangsanayan berarti “tanah tempat tinggal atau tanah milik seseorang yang bernama Wangsanaya”.
Dalam catatan sejarawan Frederik de Haan, dahulu ada seorang berasal dari Bali berpangkat letnan yang tinggal di kawasan ini. Kuat dugaan orang itu bernama Wangsanaya. Namun, belum ditemukan penjelasan lain terkait penamaan Senayan ini. Hanya saja, dari kata Wangasanayan, lambat-laun berubah menjadi lebih singkat, yaitu Senayan.
Selain menonjol dikenal jadi lahan GBK untuk tempat penyelenggaraan acara olahraga dan musik, kawasan Senayan diisi dengan pusat-pusat perbelanjaan. Sedikitnya ada tiga mal utama di Senayan, yaitu Plaza Senayan, Senayan City, dan FX Sudirman yang bersisian dengan gedung perkantoran dan ruas utama Jalan Sudirman.
Senen
Hampir di sebagian besar area di Jakarta banyak menampakkan lokasi stasiun kereta api yang berseberangan dengan sebuah pasar. Salah satunya di kawasan Kecamatan Senen, Jakarta Pusat. Yap, Pasar Senen yang menjadi sentra perdagangan berbagai macam kebutuhan rumah tangga di situ telah berdiri sejak 1735, alias zaman pendudukan Belanda.
Ulasan Zaenuddin HM dalam buku berjudul Asal Usul Djakarta Tempo Doeloe (2018), mengungkap, pasar ini dibangun oleh Justinus Vinck. Dahulu pasar ini disebut oleh orang-orang Belanda sebagai Vinckpasser (Pasar Vinck).
Karena pelafalannya agak sulit, masyarakat pribumi justru lebih mengenal pasar ini sebagai Pasar Senen karena hanya buka setiap hari Senin. Sebagaimana aturan lama yang memberlakukan hari operasi pasar di Jakarta pada hari tertentu saja, hari Senin menjadi waktu operasional Pasar Senen.
Adapun dulu, hari Selasa milik pasar yang sekarang dikenal sebagai Pasar Koja, Rabu untuk Pasar Rebo—kini menjadi Pasar Induk Kramatjati, dan Kamis jatah Mester Passer—kini Pasar Jatinegara.
Selain itu, hari Jumat jatah pasar di Lebak Bulus, Pasar Klender, dan Pasar Cimanggis, sedangkan hari Sabtu jatah Pasar Tanah Abang, dan hari Minggu untuk pasar di tanah partikelir Tanjung Osst yang kini dikenal menjadi Pasar Minggu. Perubahan waktu buka pasar pada 1766 kemudian membuat Pasar Senen juga beroperasi pada hari-hari lain. Ini seiring dengan kemajuan zaman dan pasar yang makin ramai.
Dahulu kala saat didirikan, Pasar Senen hanya terdiri atas deretan gubuk. Lantas pada 9 Juli 1826, terjadi kebakaran hebat yang membuat sebagian besar bangunan pasar hangus. Kemungkinan, setelah itu pasar dibangun kembali dan mulai bermunculan bangunan sekitarnya yang terbuat dari tembok.
Di era penjajahan Jepang 1942–1945, perubahan Pasar Senen diwarnai geliat sekelompok orang yang melekati dirinya dengan sebutan seniman. Kala itu, kawasan Senen berkembang jadi kota yang tak pernah tidur, terutama malam hingga pagi diramaikan perkumpulan seniman.
Mengutip budayawan Ajip Rosidi dalam buku Mengenang Hidup Orang Lain: Sejumlah Obituari (2010), frasa “Seniman Senen” merebak sebagai penyebutan untuk seniman yang suka berkumpul di sekitar Pasar Senen. Salah satu yang mencuat dari kelompok Seniman Senen ialah sastrawan Chairil Anwar.
“Seniman Senen bukanlah organisasi yang pernah didirikan oleh siapa pun. Sebutan itu timbul begitu saja untuk menyebut sekelompok orang yang diasosikan sebagai seniman yang suka berkumpul di Senen, tepatnya di sekitar ujung barat Jalan Kramatbunder,” kata Ajip Rosidi, seperti dilansir VOI.
Senen di masa kini masih hiruk-pikuk dengan kegiatan perdagangan. Di waktu pagi-pagi sekali, Sobat yang suka kuliner bisa mengunjungi pasar kue dan jajanan tradisional di mal Senen Jaya Blok 1 dan 2. Bersisian dengan Pasar Senen, terdapat mal lain, yaitu Plaza Atrium.
Sementara itu, PT. Kereta Api Indonesia (Persero) merevitalisasi salah satu monumen bersejarah di Stasiun Pasar Senen yang sempat tersembunyi dari pandangan publik. Berupa patung yang menampakkan sekelompok pejuang, bangunan ini bernama Monumen Tekad Merdeka atau Perjuangan Senen.
Gimana kesanmu Sob, setelah membaca kisah kawasan bersejarah di Jakarta ini? Semoga menambah pengetahuanmu tentang Jakarta, ya.