Sebentar lagi umat Muslim di seluruh dunia akan menjalankan ibadah wajib berpuasa Bulan Suci Ramadan. Di Indonesia sendiri penentuan kapan 1 Ramadan 1443H, akan diresmikan dari hasil Sidang Isbat yang akan dijadwalkan pada Jumat (1/4) atau 29 Sya’ban. Alasan mengapa kapan 1 Ramadan harus ditentukan lewat Sidang Isbat adalah karena Kementerian Agama RI perlu mempertimbangkan hasil dari 2 metode penentuan awal Bulan Puasa yang dimiliki Indonesia.
2 metode itu merujuk pada cara yang digunakan 2 ormas Islam terbesar yang ada di Tanah Air yaitu Nahdlatul Ulama (NU) dan Muhammadiyah. NU diketahui menggunakan metode Rukyatul Hilal dan Muhammadiyah menggunakan metode hisab. Kira-kira, apa perbedaanya ya, Sobat?
Metode Hilal oleh NU
Metode yang menentukan kapan 1 Ramadhan oleh NU ini dinamakan metode Rukyatul Hilal. Menurut penjelasan LAPAN, metode hilal yaitu melakukan pengamatan hilal dengan melihat secara langsung menggunakan teleskop. Nah, jika kamu kerap menemui banyak orang berdiam di atas ketinggian dengan menggunakan teleskop di akhir bulan Sya’ban, maka mereka dengan memantau hilal, guys!
Pengertian hilal itu sendiri menurut Kementerian Agama adalah ketika tampaknya bulan sabit muda pertama setelah terjadinya konjungsi (ijtimak atau bulan baru) di matahari terbenam. Nah, ketika hilal muncul, inilah yang dijadikan acuan sebagai awal bulan Ramadan. Biasanya pemantauan hilal dilakukan pada hari ke-29 bulan Sya’ban. Untuk melihat apakah esok hari sudah terjadi pergantian bulan atau belum.
Hilal ini biasanya diamati dengan teleskop. Karena jika berada di ketinggian dua derajat sangat sulit dilihat dengan mata telanjang. Kementerian Agama Indonesia mengadopsi kriteria baru yang juga selaras dengan Menteri Agama di Brunei Darussalam, Malaysia dan Singapura (MABIMS), di mana tinggi hilal minimal 3 derajat dengan elongasi minimal 6,4 derajat.
Lalu bagaimana jika hilal tidak terlihat? Maka NU akan memutuskan dan menyepakati bahwa lusa adalah jatuhnya awal bulan. Hal ini disebut dengan istikmal, yaitu melakukan pembulatan jumlah hari sampai tiga puluh hari sebelum dimulainya bulan yang baru.
Metode Hisab oleh Muhammadiyah
Secara garis besar, yang diamati oleh NU dan Muhammadiyah sama, yaitu kemunculan hilal. Namun yang berbeda, metode hisab ini adalah proses perhitungan menentukan posisi geometris benda langit untuk kemudian bisa mengetahui waktu benda langit tersebut serta apakah suatu siklus waktu sudah dimulai atau belum.
Menurut Tarjih Muhammadiyah, mereka meyakini hisab hakiki dengan acuan ijtimak atau konjungsi sebagai batas kulminasi awal dan akhir bulan Qomariyah. Diketahui ada 3 kriteria yang dimiliki Muhammadiyah untuk menentukannya yakni telah terjadi ijtimak bulan-matahari, ijtimak terjadi sebelum terbenam matahari, dan bulan di atas ufuk atau belum terbenam pada saat matahari terbenam.
Hilal dianggap telah terlihat bila matahari terbenam lebih dahulu daripada terbenamnya hilal, meskipun jarak tersebut kurang dari 1 menit.