Industri film di Asia Tenggara dalam beberapa waktu belakangan ini bisa dibilang telah berkembang cukup pesat. Hal ini bisa dilihat dengan banyaknya karya para sineas di negara-negara Asia Tenggara yang banyak diapresiasi oleh pasar Eropa hingga Amerika.
Salah satu wadah yang bisa memperkenalkan karya-karya sineas asal Asia Tenggara adalah kanal distribusi film alternatif yang bisa didapatkan melalui internet dan layanan toko digital seperti Apple Store dan Google Play Store. Dengan adanya wadah tersebut, industri film di Asia Tenggara bisa berkembang cukup pesat.
Selain itu para sineas di Asia Tenggara bisa bersaing menciptakan konten-konten terbaik dengan berbagai sineas serta konten kreator dari seluruh dunia meskipun di masa pandemi Covid-19 seperti saat ini.
Melihat hal ini beberapa sineas ternama di Asia Tenggara seperti Vanridee Pongsittisak dari Thailand, Timo Tjahjanto dari Indonesia dan Mikhail Red dari Filipina, mencoba berbagi pengalamannya membuat karya di masa pandemi lewat satu event virtual bertajuk ‘Sundance Film Festival 2021 Asia’ pada akhir Januari hingga awal Februari 2021 lalu.
Timo Tjahjanto, salah satu sutradara muda ternama Indonesia mengungkapkan jika pembatasan pembuatan karya yang dilakukan di masa pandemi saat ini menjadi salah satu tantangan terbesarnya untuk berkompetisi dalam industri film global.
“Oleh karenanya kolaborasi dengan sesama sineas Asia Tenggara, disertai dukungan dari pemerintah dari Netflix sebagai platform streaming hiburan, sangat penting bagi kami. Dukungan tanpa henti dari Netflix juga membebaskan kreativitas para sineas serta membantu kami dalam menghadapi kompetisi di dunia internasional,” jelas Timo seperti dikutip Antara.
Sedangkan Vanridee Pongsittisak produser film “Pee Mak”, “Bangkok Traffic (Love) Story” dan “Suckseed” mengungkapkan jika efek pandemi global sangat berpengaruh bagi industri film di dunia, sehingga pelaku industri film harus berpikir kreatif mencari alternatif baru.
“Ini menjadikan kanal distribusi film alternatif seperti Netflix sebagai menjadi bagian terintegrasi dari industri ini. Selain itu juga kita harus berhadapan dengan tantangan lain dalam mencari dukungan dana, yang tidak sebesar industri film Korea dan Jepang,” ujar Vanridee.
Di sisi lain, Content Director, SEA, Malobika Banerjee menilai industri film di Asia Tenggara banyak memiliki latar belakang budaya yang menarik untuk diulas. Sehingga bisa membuat penikmat film dari belahan dunia tertarik untuk mengetahui budaya di kawasan Asia Tenggara.
“Di Netflix kami percaya bahwa cerita menarik bisa datang dari mana saja dan disukai oleh siapapun juga. Itu sebabnya kami selalu mencari cerita terbaik dari seluruh penjuru dunia, termasuk Asia Tenggara, serta berkolaborasi dengan para sineas terbaik untuk memastikan bahwa semua kisah tersebut dapat dibawa ke panggung internasional melalui Netflix,” kata Malobika.
Sekedar informasi saja, beberapa film buatan Indonesia yang telah didistribusikan ke kanal film digital sendiri dinilai memiliki kualitas pasar internasional, seperti “Ali & Ratu Ratu Queens”, “A Perfect Fit” film bergenre drama hingga film “The Night Comes for Us” yang menampilkan adegan action berkualitas.