Baru-baru ini, orang nomor 1 di Indonesia yaitu Presiden Jokowi menyampaikan kabar mengejutkan berupa ‘bocoran’ atau spill dari pemimpin dunia bahwa ekonomi dunia akan ‘gelap’ di tahun depan? Kira-kira, gelap seperti apa ya, yang dimaksud?
‘Gelap’ di sini bukan menyoal habisnya pasokan untuk menggerakan pembangkit tenaga listrik yang ada di PLN terus jadi mati listrik. Namun ‘gelap’ di sini menggambarkan bahwa ekonomi dunia akan semakin sulit karena adanya konflik yang menyebabkan terjadinya krisis global.
Setelah 2 tahun terhantam pandemi, di awal tahun 2022 lalu kita ketahui seluruh dunia dihadapkan dengan perang antara Rusia dengan Ukraina, yang mengakibatkan beberapa pasokan penting seperti gandum hingga gas sulit didapatkan. Ditambah tensi geopolitik antara dua negara di Asia, yakni Tiongkok dan Taiwan.
Kembali ke berita spill yang didapatkan oleh Presiden Jokowi soal ekonomi dunia akan ‘gelap’. Informasi ini didapat dari para pemimpin dunia, Sekjen PBB Antonio Guterres, para kepala lembaga internasional, dan negara G7.
“Beliau-beliau menyampaikan, Presiden Jokowi, tahun ini kita akan sangat sulit, terus kemudian tahun depan seperti apa? Tahun depan akan gelap. Ini bukan Indonesia, ini dunia, hati-hati, bukan Indonesia, yang saya bicarakan tadi dunia,” ujar Jokowi, Jumat (5/8/2022).
Jokowi pun mengutip penjelasan dari Sekjen PBB dan IMF bahwa akan ada 66 negara yang akan ambruk ekonominya.
“Ini saya sampaikan apa adanya karena posisi pertumbuhan ekonomi bukan hanya turun, tapi anjlok semuanya. Singapura, Eropa, Australia, Amerika, semuanya. Pertumbuhan ekonomi turun tapi inflasi naik, harga-harga barang semua naik. Ini kondisi yang sangat boleh saya sampaikan, dunia pada kondisi yang mengerikan,” lanjut Presiden.
Faktor Penyebab Ekonomi Dunia Menggelap
Tapi apakah ini betulan atau cuma takut-takutan para pemimpin dunia saja? Berdasarkan survei Bloomberg yang disampaikan kembali oleh ekonom Indonesia yaitu Direktur Center of Economic and Law Studies (CELIOS), Bhima Yudhistira mengatakan bahwa ancaman resesi global semakin kuat dalam 12 bulan ke depan.
“Probabilitas resesi ekonomi menurut survei Bloomberg sebesar 47,5 persen dalam 12 bulan ke depan. Angka ini meningkat dibanding bulan Juni yakni probabilitas resesi 30 persen,” ujarnya saat dihubungi Kompas.com, dikutip Senin (8/8/2022).
Melonjaknya angka probabilitas resesi global ini didukung oleh kenaikan harga yang sempat melonjak, namun sudah balik turun karena melemahnya dari sisi permintaan. Mungkin hal ini disebabkan oleh negara lain yang mulai mandiri saat kelangkaan bahan pokok, jadinya negara-negara yang selama ini mengandalkan ekspor komoditas seperti Indonesia bisa terancam.
Nggak cuma itu aja faktor yang membuat ekonomi dunia akan ‘gelap’. Imbas perang Rusia-Ukraina masih terasa yaitu kelangkaan pasokan gandum dunia. Belum lagi kalau-kalau Tiongkok-Taiwan makin memanas, bisa-bisa pasokan semikonduktor dan komoditas pangan menyusul langka lagi. Padahal saat ini, dunia masih mencoba berbendah akibat badai pandemi 2 tahun ke belakang.