Sobat SJ pernah nggak, sih, debat dengan seseorang lalu jadi kesal sendiri? Atau merasa dimanipulasi lantas kemudian berpikir, “ini yang salah dia, kenapa dia yang galak, sih?”. Jika pernah mengalami hal tersebut, bisa jadi lawan bicara kamu mengalami salah satu jenis logical fallacy atau sesat pikir.
Bak kesasar di jalan salah, mungkin itulah ungkapan bagi mereka yang mengalami logical fallacy. Dilansir laman Workandmoney.com, logical fallacy adalah kesalahan menyusun logika berpikir dalam sebuah argumen. Sesat pikir bukan berarti dirinya otak nggak penuh, ya, Sob. Melainkan ada banyak tujuan mengapa seseorang menerapkannya, mulai dari propaganda, manipulasi, atau media untuk memengaruhi orang lain.
Lalu, percakapan apa saja yang masuk ke dalam jenis logical fallacy? Agar komunikasi kamu dan lawan bicara berjalan dengan baik tanpa distorsi, mari kenali jenis logical fallacy berikut ini, Sob.
1. Ad Hominem
Jenis logical fallacy yang satu ini sering muncul dalam percakapan atau debat. Lawan bicara akan cenderung menyerang pribadi seseorang ketika berdebat, yang mana nggak ada hubungannya dengan obrolan tersebut.
Contohnya ketika kamu ngobrol tentang agama, dirinya menyerang menggunakan pengalaman pribadimu, “kamu sendiri menikah beda agama, memangnya kamu tahu apa tentang agama?” atau “kamu sendiri gemuk, kenapa nyuruh diet, sih?”
2. The Strawman Fallacy
Seseorang yang mengalami sesat pikir jenis ini sering kali mempelintir argumen orang lain untuk jadi bahan serangan baru yang keluar konteks dari obrolan, Sob. Misal kamu ngobrol A, dia malah ngomong yang lain, nih.
Contohnya adalah, “Oh, kamu nggak suka makan sayur? Jadi kamu nggak mendukung pertanian di Indonesia, dong?”
3. Red Herring
Logical fallacy jenis ini sering muncul dengan bentuk obrolan lainnya. Ibarat kita sedang ngobrol apa, lalu dibalas dengan bahasan yang nggak masuk akal untuk mengalihkan diskusi ke hal lain.
Contoh obrolannya adalah, “Halah, kamu masih mending. Aku pernah merasakan yang lebih parah, loh!”. Wah, kaum mendang-mending, nih, ceritanya!
4. Appeal to Emotional
Obrolan jenis ini sering kali muncul dalam bentuk satu pendapat yang terkesan valid karena adanya kedudukan orang yang menyampaikan. Mentang-mentang dia pejabat atau orang yang lebih tua, ucapannya otomatis dianggap benar.
Contoh perkataan yang masuk dalam jenis appeal to emotional adalah, “orangtua selalu benar. Kalau tidak nurut dengan mereka, kamu nggak sayang, dong?”
5. Burden of Proof
Logical Fallacy jenis ini ditandai dengan bergesernya tanggung jawab pada orang lain untuk membuktikan suatu pernyataan. Sederhananya, nih, kalau nggak ada bukti, ya, tidak valid, Sob.
Contohnya adalah,”si A selingkuh dengan B. Nggak percaya? Coba, deh, tanya sama si C, dia jadi saksinya, kok.”
6. Bandwagon Fallacy
Tanda kalau bandwagon fallacy adalah ketika seseorang mempercayai bahwa hal tersebut banyak dilakukan oleh orang lain, maka hal tersebut benar. Jadi, kebenaran dilihat dari jumlah populasi, bukan esensi.
Contoh, “semua orang udah nggak pakai masker, udah, lha, nggak perlu pakai masker, Sob!”
7. Argumentum ad Baculum
Argumen ini berdasarkan pengaruh kekuasaan seseorang yang berargumen untuk memaksakan sebuah kesimpulan.
Contohnya adalah keharusan menerima atau menolak sebuah argumentasi dari orang yang berkuasa karena adanya tekanan atau ancaman.
8. Argumentum ad Misericordiam
Nah, kalau jenis logical fallacy yang ini didasarkan pada belas kasihan seseorang hingga mau menerima atau membenarkan kesimpulan yang diperoleh dari argumen tersebut. Walau, kesimpulannya nggak berdasarkan fakta.
9. Argumentum ad Populum
Terakhir, sesat pikir yang satu ini sering diartikan sebagai kekeliruan yang diterima umum. Argumentasi yang dipakai bertujuan untuk mengendalikan emosi masyarakat terhadap suatu kesimpulan.
Umumnya cara ini dilakukan untuk menarik perhatian massa, membawa nama rakyat sebagai dasar pembuktian. Nah, argumentasi ini digunakan sebagai pelindung, bukan fakta.
Sederet jenis logical fallacy di atas bisa Sobat SJ temui sehari-hari dalam percakapan. Baik di lingkungan kuliah, kantor, atau masyarakat di sekitar kita. Kalau sekarang sudah tahu, jangan lupa analisa obrolan kamu dan lawan bicara, ya, agar komunikasi berjalan dengan baik.