Ratusan tahun yang lalu masyarakat Indonesia telah mengenal budaya menulis. Untuk dapat menulis maka dibutuhkan sebuah kertas. Namun apakah nama kertas yang digunakan sebagai media untuk menulis di zaman dahulu?
Pada awalnya kertas zaman dahulu berbeda dengan kertas yang saat ini dipakai untuk menulis. Dahulu kertas asli khas Indonesia bernama daluang. Kertas ini merupakan hasil diaspora Austronesia. dibawa dari Asia Timur melalui Indo-China, Thailand, Burma, dan kemudian dibawa ke Indonesia dan Oceania. Kertas daluang juga sering disebut dengan papermulberry (Broussonetia Papyryfera Vent) karena terbuat dari kayu pohon saeh.
Kertas daluang ini dikatakan sebagai salah satu nenek moyang kertas di Indonesia. Kini kertas tersebut termasuk ke dalam warisan budaya. Pertama kali kertas ini digunakan sebagai media atau alat untuk menulis naskah kuno.
Bukti keberadaan kertas daluang ini bisa dilihat dalam naskah kuno Kakawin Ramayana yang berasal dari abad ke-9. Di dalam naskah tersebut dijelaskan jika daluang digunakan sebagai bahan pakaian pandita (sebutan bagi orang yang bijaksana).
Pada abad ke-18, daluang beralih fungsi bukan hanya sebagai pakaian pandita, melainkan juga sebagai kertas suci, ketu (mahkota penutup kepala), dan pakaian untuk menjauhkan dari ikatan duniawi.
Selain menjadi media untuk menulis, kertas daluang juga dimanfaatkan sebagai membuat cerita atau kisah pewayangan dalam bentuk bahasa gambar untuk salah satu jenis wayang yang berasal dari Jawa, yaitu wayang beber.
Sampai akhirnya Islam masuk ke Indonesia, kertas daluang pun menjadi beralih fungsi lagi untuk menulis ayat-ayat al-qur’an yang digunakan oleh para sastrawan, pelukis, dan para santri. Tak hanya itu, kertas daluang juga diperlukan untuk administrasi pada zaman kolonial yang digunakan hingga awal kemerdekaan Republik Indonesia.
Meskipun saat ini kertas daluang sudah semaki sulit untuk ditemukan, namun di daerah Bandung masih terdapat pengrajin kertas tersebut. Tak hanya di Bandung, kertas daluang juga bisa ditemukan di daerah Garut, Jawa Barat.
Sayangnya, kini banyak masyarakat Indonesia yang belum mengenal kertas nenek moyang Indonesia ini. Salah satu warisan budaya Indonesia ini bahkan sempat terputus. Seorang pengrajin kertas daluang di Bandung bernama Ahmad Mufid Sururi pun mengatakan pembuat asli kertas daluang secara turun temurun sudah tidak ada.
Sejak 2014 lalu Kemendikbud menetapkan kertas daluang sebagai warisan budaya tak benda. Akan tetapi belum ada perubahan apapun. Kertas yang terbuat dari pohon saeh ini bisa berpotensi untuk dibangkitkan kembali jika dipromosikan dengan baik.