Saat ini Indonesia diharapkan untuk menjadi negara yang dapat mengekspor produk jadi atau barang setengah jadi, bukan lagi pengekspor bahan mentah. Sehingga terdapat tiga fokus utama hilirisasi industri.
Hal tersebut guna memajukan industri di Indonesia yang juga sejalan dengan program prioritas Presiden RI, yakni transformasi ekonomi dari sumber daya alam (SDA) menjadi industri bernilai tambah.
Industri dari hulu ke hilir harus dikuatkan dengan struktur industri untuk dapat mencapai tingkat competitiveness dan nilai tambah industri dengan tiga fokus utama hilirisasi industri yang dibeberkan oleh Menperin.
“Melihat sumber daya dan kekayaan Indonesia, fokus hilirisasi industri saat ini adalah pada industri berbasis bahan tambang dan mineral, berbasis migas dan batubara, dan yang berbasis agro,” jelas Agus, melansir dari beritasatu.com pada Selasa (23/11/2021).
Diterangkan juga oleh Agus bahwa program penumbuhan dan pengembangan industri smelter dapat dilihat bagi hilirisasi industri berbasis bahan tambang dan mineral.
Kapasitas smelter yang sudah beroperasi saat ini antara lain seperti nikel yang mencapai 12,3 juta ton, aluminium sebesar 6 juta ton, tembaga sebesar 3,2 juta ton dan besi baja mencapai 19 juta ton di setiap tahunnya.
Sementara, sejak tahun 2015 hingga kuartal III 2021 penumbuhan dan pembangunan industri smelter logam sudah mencapai 69 perusahaan yang berada dalam tahapan, dengan total investasi US$ 51,43 miliar atau sekitar Rp 731,5 triliun.
Sedangkan saat ini pembangunan proyek gasifikasi batu bara sedang berlangsung pada hilirisasi industri berbasis migas dan batu bara. Realisasi dari proyek gasifikasi batu bara yang meliputi pabrik coal to chemical di Tanjung Enim dan Kutai Timur dan pembangunan coal to methanol di Meulaboh, Aceh tengah dipacu.
Salah satu dari beberapa industri pionir di Indonesia tersebut terdapat dalam proyek-proyek ini. Sehingga realisasinya terus dipacu dan pada per tahunnya diharapkan dapat mengolah batu bara menjadi methanol sebanyak 4,5 juta ton.
Dengan ketersediaan sumber daya batu bara yang mencapai 38,84 miliar ton dan cadangannya yang dapat bertahan hingga 2091 dengan laju produksi tahunan sebesar 600 juta ton, proyek gasifikasi batu bara ini dapat terdukung.
Selain itu, investasi pembangunan pabrik petrokimia juga sedang berjalan di Cilegon sebagai pengolahan naphta dengan kapasitas hampir 7 juta ton per tahun untuk di produksi antara lain menjadi etilena, propilena, butadiena, benzena, dan lain-lain.
Diharapkan juga Indonesia akan segera menjadi negara petrokimia nomor satu di Asia Tenggara dengan adanya beberapa proyek petrokimia lain yang dalam proses realisasi tersebut.