Beberapa hari lalu, tepatnya pada Sabtu (4/12/2021) salah satu gunung tertinggi di Pulau Jawa, Gunung Semeru (3676 mdpl) mengalami erupsi dahsyat yang mengakibatkan beberapa desa di sekitarnya tertutup debu vulkanik.
Pakar vulkanologi pun telah melakukan penelitian penyebab terjadinya erupsi Gunung Semeru yang terletak di Jawa Timur tersebut. Menurut Kepala Badan Geologi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, Eko Budi Lelono, menyebutkan jika kemungkinan erupsi terjadi disebabkan faktor eksternal.
Adapun faktor eksternal tersebut berupa curah hujan tinggi yang memicu bibir lava runtuh sehingga terjadi erupsi. Aktivitas suplai magma dan material sepanjang November dan awal Desember 2021 tercatat tidak mengalami perubahan signifikan dan catatan kegempaan dinilai relatif rendah.
Hal serupa juga diungkapkan ahli vulkanologi Institut Teknologi Bandung (ITB), Mirzam Abdurrachman. Namun, mengenai pekatnya letusan abu vulkanik Gunung Semeru disebabkan oleh akumulasi dari letusan sebelumnya.
Mirzam sendiri melakukan pengamatan pada Desember 2020 di mana saat itu abu vulkanik yang jatuh hanya di sekitar area puncak gunung. Hal inilah yang menjadi cikal bakal melimpahnya material lahar letusan di 2021.
Selain itu, Mirzam juga mengingatkan bahaya primer dengan saat gunung meletus dan bahaya sekunder setelah gunung api meletus. Bahaya primer dari letusan gunung berapi di antaranya aliran lava, wedus gembel (awan panas) dan abu vulkanik. Sedangkan bahaya sekunder setelah terjadi gunung meletus adalah banjir bandang atau banjir lahar dingin.
“Jadi, ketika curah hujannya cukup tinggi, abu vulkanik yang menahan di puncaknya baik dari akumulasi letusan sebelumnya terkikis oleh air, sehingga gunung api kehilangan beban. Terkikisnya material abu vulkanik yang berada di tudung gunung tersebut membuat beban yang menutup Semeru hilang sehingga membuat gunung mengalami erupsi,” jelas Mirzam seperti dikutip situs resmi ITB.
Sekedar informasi saja, erupsi atau guguran awan panas dari Gunung Semeru mulai terjadi pada pukul 14.47 WIB dengan amplitude maksimal 20 mm. Kemudian pada pukul 15.10, Pos Gunung Sawur melaporkan visual abu vulkanik dari guguran awan panas disertai bau belerang yang mengarah ke Desa Besuk Kobokan.
Hingga Minggu (5/12/2021) pukul 17.30 WIB Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) mencatat sebanyak 5.205 orang terdampak erupsi ini dan 1.300 jiwa mengungsi. Untuk jumlah korban meninggal dunia tercatat sebanyak 14 orang serta korban luka berjumlah 50 orang.