Momentum Ramadan dan Idulfitri 2022 menjadi harapan bagi sejumlah pelaku industri tekstil dan produk tekstil (TPT) di Indonesia. Saat semua umat Islam merayakan Lebaran dengan tradisi membeli baju baru, hal tersebut dapat menjadi jalan untuk industri tekstil bisa tumbuh.
Terbukti, industri tekstil Indonesia berhasil tumbuh 12,45 persen dari momentum penjualan saat Ramadhan dan Lebaran 2022. Hal ini diumumkan oleh Ketua Umum Asosiasi Produsen Serat dan Benang Filament Indonesia (APSyFI), Redma Gita Wiraswasta.
Capaian industri tekstil di kuartal 1 2022 juga didorong oleh penjualan dalam negeri yang meningkat tajam.
“Dampak momen lebaran dan investasi baru dalam rangka penambahan kapasitas produksi dari hulu sampai hilir,” kata Redma dalam pernyataan resmi APSyFI, dikutip Rabu (1/6/2022).
Namun, meski adanya peningkatan pertumbuhan di sektor TPT, bukan berarti ancaman produk impor yang kerap menghantui para pelaku industi TPT ini sirna. Terlebih adanya kebijakan pemerintah melalui Kementerian Perdagangan yang kembali membuka keran impor tekstil untuk importir umum (API-U) dengan alasan untuk bahan baku industri kecil menengah.
“Para pengusaha kembali berinvestasi menambah kapasitas usai serangkaian kebijakan pemerintah terkait pembatasan impor,” ujar Redma.
Menurut Ketua Umum Asosiasi Produsen Serat dan Benang Filament Indonesia (APSyFI) ini, alasan dibukanya keran impor agak aneh karena selama tiga kuartal terakhir, industri dalam negeri terbukti sangat mampu meproduksi bahan baku untuk UKM. Terlebih di kuartal 1 2022 yang juga didukung pertumbuhannya oleh momentum Ramadan dan Hari Raya Idulfitri 2022.
Meski kebijakan tersebut dinilai pemerintah sebagai upaya dalam meningkatkan investasi dan membuka lapangan kerja, namun ternyata telah menjadi momok menakutkan bagi pelaku industri tekstil dan produk tekstil (TPT) dalam negeri.
“Ya impor sih boleh-boleh saja, tapi jangan hancurkan industri dalam negeri, suplai dalam negeri kan sudah terbukti mencukupi, kenapa harus impor,” ujarnya.
Hal senada juga dilontarkan oleh Ketua Umum Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) Jawa Barat, Ian Syarief yang menyatakan bahwa barang impor di luar maupun drainage dilakukan tanpa pembayaran PPN sehingga rudal dalam negeri bersaing secara tidak adil.
“Bagaimana bisa kami menaikan harga jual kalau banyak barang impor yang jual tanpa PPN,” katanya.