Provinsi Sulawesi merupakan penghasil sutera terbesar di Indonesia dengan menyumbangkan sekitar 90% terhadap produksi benang sutera bagi seluruh Indonesia. Maka tak heran bila sutra alam juga menjadi salah satu dari lima komoditas HHBK (Hasil Hutan Bukan Kayu) unggulan nasional dari daerah Sulawesi Selatan dan industri sutra di Sulsel pernah berjaya pada masanya.
Namun sayangnya, minat pengembangan industri sutra di Sulsel semakin loyo. Hal ini terlihat dari jumlah petani di hulu dalam pemeliharaan ulat sutra dan tanaman mulberi di provinsi Sulawesi Selatan juga menunjukkan penurunan.
Sebenarnya masih ada daerah yang mempertahankan dan melestarikan komoditas sutra yang telah menjadi bagian dari budaya masyarakat setepat seperti di Wajo dan Soppeng.
Melansir dari Antaranews.com, di tahun 2021 jumlah peternak ulat sutra yang tersisa tinggal 75 orang (56 petani di kabupaten Soppeng dan 18 di kabupaten Wajo) dan 65% diantaranya perempuan.
Bahkan di sektor hilir yaitu manufaktur juga dikuasai oleh perempuan, mulai dari proses pemintalan, pencelupan, desain motif hingga penenunan menjadi kain sutra. Namun mereka mendapat upah yang sangat rendah.
Selain itu, penyebab menurunnya minta pengembangan industri sutra juga dikarenakan rendahnya kualitas ulat sutra di masa sekarang.
Padahal industri sutra di Sulawesi Selatan memiliki potensi dan peluang di pasar budaya dan ritual, mengingat kualitasnya sutra yang nomor 1 di Tanah Air hingga keterampilan menenun dengan desain motif yang indah.
Mengembalikan Masa Kejayaan Industri Sutra
Baru-baru ini, sebagai upaya untuk membangkitkan potensi komoditas sutra di Tanah Air, pemerintah Sulsel kemudian menjajaki kesempatan kerjasama dengan investor asal Hongkong. Rencananya, ada 5 lokasi di Sulawesi Selatan yang berpotensi untuk investasi, di antaranya yaitu Wajo, Soppeng, Enrekang, Sidrap dan Bone.
“Mereka mau mengedukasi petani kita. Mulai dengan proses penanaman, proses di pabrik, sampai pemasaran sutra,” ungkap Andi Sudirman, Gubernur Sulawesi Selatan dalam keterangan Humas Pemprov Sulsel yang diterima Senin (20/6/2022).
Kerjasama dengan investor bukan hanya sebagai upaya untuk mengembalikan kejayaan industri sutra yang juga merupakan budaya kearifan lokal masyarakat di sana, namun juga diharapkan bisa menciptakan multiplier effect untuk perekonomian.
Pihak investor asal Hongkong yang tertarik mengembangkan industri sutra di Sulsel disebut juga akan mendatangkan tim ahli untuk transfer knowledge (pengetahuan) dan juga transfer teknologi untuk industri manufaktur sutra. Semoga, dengan adanya bantuan tersebut, bisa meningkatkan kualitas ulat sutra hingga mengembalikan kejayaan industri sutra di Sulawesi Selatan.