Meski konsumsi rokok masih tinggi di Tanah Air, yakni sebanyak 322 miliar batang pada 2020 (Sumber: Laporan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJCB) Kementerian Keuangan), namun industri rokok nasional malah diprediksi menjelang sunset atau tenggelam.
Hal ini diungkap oleh Direktur Eksekutif CORE Indonesia, Mohammad Faisal memperkirakan bahwa permintaan terhadap industri rokok akan terus berkurang dalam beberapa tahun ke depan.
Setidaknya ada tiga hal yang menjadi pemicu industri rokok nasional menjelang sunset. Faktor pertama adalah sudah maraknya kampanye kesehatan dampak konsumsi rokok. Inilah yang membuat industri rokok diprediksi akan mengalami sunset.
“Industri rokok dianggap sebagai sunset industry. Permintaan sudah lama berkurang seiring adanya kampanye masalah kesehatan sehingga bisnisnya tertekan,” kata Faisal ketika dihubungi, Rabu (22/6/2022).
Faktor kedua yang mempengaruhi industri rokok menjelang sunset ialah karena kompetisi pasar yang kian ketat dengan munculnya produk alternatif seperti vape. Kehadiran vape disebut menggeser pasar rokok.
Faktor ketiga adalah perusahaan besar seperti PT Djarum, PT Gudang Garam Tbk. (GGRM), dan PT HM Sampoerna Tbk. (HMS) mulai ditinggalkan oleh segmen anak muda.
“Dengan kehadiran vape, ada alternatif produk yang bisa menggantikan rokok, dan ada segmen pasar yang tergerus terutama dari kalangan pemuda,” ujarnya.
Simplifikasi Cukai Rokok yang Menghantui
Namun ternyata penyebab sulitnya industri rokok tidak hanya karena 3 faktor itu saja. Industri rokok diketahui sedang berkutat dengan simplifikasi cukai atau upaya menyederhanakan penarikan cukai. Disebut-sebut ini adalah skenario satu perusahaan asing besar yang justru ingin mematikan industri rokok di Tanah Air.
Industri hulu rokok yaitu para petani tembakau dan buruh di indutsri hilir juga menolak wacana simplifikasi cukai rokok. Menurutnya ada satu pihak yang ingin masuk ke segala level untuk melobi pemerintah agar menyetujui dan membuat kebijakan simplifikasi. Harusnya negara hadir untuk melindungi industri rokok nasional.
“Simplifikasi itu pada akhirnya akan membahayakan industri rokok di Indonesia. Juga membahayakan dari sisi tenaga kerjanya yang cepat atau lambat akan kehilangan lapangan pekerjaannya,” tegas Firman Subagyo, Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) Komisi IV, Rabu (22/6/20222).
Padahal industri rokok nasional ini menyumbang pendapatan negara cukup besar yakni Rp178 triliun setiap tahunnya dan mampu menciptakan lapangan pekerjaan bagi 57 juta orang di industri rokok dan tembakau nasional.