Tepat tanggal 4 Desember setiap tahunnya, Indonesia memperingati Hari Artileri Nasional. Sejarahnya, artileri berasal dari bahasa Perancis untuk menyebut alat berat yang menembak proyektil di medan perang.
Tentunya sebagai negara yang pernah melewati masa perjuangan meraih kemerdekaan serta selalu mengedepankan pertahanan negara ke depannya, Indonesia juga perlu disokong dengan mesin-mesin pertahanan yang mumpuni serta pasukan dari jajaran TNI Angakatan Darat (AD), Angkatan Udara (AU) hingga Angkatan Laut (AL).
Mesin-mesin pertahanan indonesia yang menjadi sarana pendukung TNI disebut Alutsista (Alat Utama Sistem Senjata). Pengadaan alutsista ini juga diatur dalam Peraturan Menteri Pertahanan Republik Indonesia Nomor 17 tahun 2014.
Dalam pengadaan alutsista, negara diketahui mengeluarkan anggaran hingga triliunan rupiah. Diketahui anggaran alutsista di tahun 2020 mencapai Rp127 triliun.
Dan sebagai penopang alutsista, pengembangan industri pertahanan RI seharusnya menjadi perhatian negara. Industri dalam negeri yang bisa memproduksi alutsista membuat Indonesia makin berdaulat terhadap pengadaan alat-alat pertahanan, meski Indonesia tentunya masih menjalin hubungan luar negeri dengan negara-negara lainnya,.
Industri pertahanan Indonesia memiliki fungsi tidak hanya untuk memperkuat pertahan hingga pengembangan di teknologi industri pertahanan yang bermanfaat bagi keamanan dan kepentingan masyarakat, nanmun dengan hadirnya industri pertahanan bisa juga meningkatkan pertumbuhan ekonomi lewat penyerapan tenaga kerja.
Industri pertahanan meliputi industri alat utama, industri komponen utama dan/atau penunjang, industri komponen dan/atau penudung, industri perbekalan dan industri bahan baku. Sedangkan industri pertahanan mempunyai 4 jenis produk meliputi land system (matra darat), naval system (matra laut) aerospace (matra udara ) dan security (keamanan dan kepolisian).
Dan tercatat pada data Direktori Industri Pertahanan Indonesia, di tahun 2018-2019, setidaknya ada 41 pelaku usaha di industri ini terdiri dari 8 industri BUMN dan 33 milik swasta.
Produksi alutsista dalam negeri yang diatur oleh Undang-undang Nomor 16 tahun 2012 tentang Industri Pertahanan berasal dari PT Pal Indonesia, PT Pindad dan PT Dirgantara Indonesia. Dan ada juga Nusantara Turbin, PT Len Industri (Persero), Inti (persero), Dok dan Perkapalan Kodja Bahari (Persero) serta Dahana (Persero).
Industri pertahanan Indonesia bahkan tak hanya memenuhi kebutuhan nasional, industri alutsista dalam negeri kemudian bisa merambah pasar ekpsor pertama kalinya pada 18 Januari 2016 yaitu produk Tarlac. Dan diketahui kini nilai ekspor dari 4 industri pertahanan RI mencapai Rp4 triliun di 2020.
Industri alutsista RI tepatnya PT Pal Indonesia juga sudah mampu memproduksi kapal selam dan kemudian menjadikan RI satu-satunya negara di kawasan di Asia Tenggara yang membangun kapal selam.
PT Pindad juga mempunyai produk-produk yang mendunia dan diminati pasar global, diantaranya Sniper SPR-2, Panser Anoa 6×6, Senapan Serbu SS-2, Pistol G2 Premium hingga Maung si kendaraan taktis yangs sanggup menerjang segala medan sulit.
Berkat alat-alat pertahanan yang mumpuni, Global Fire Power menempatkan Indonesia di peringkat 16 di dunia dalam hal kekuatan militer dengan indeks kekuatan 0,2544 (nilai sempurna 0,0000). Indonesia juga dietahui memiliki kekuatan militer terbesar se-Asia Tenggara juga.
Merujuk data Global Fire Power, TNI Angkatan Udara (AU) memiliki 15 helikopter serang, 188 helikopter, 1 tanker fleet, 17 unit misi khusus, 109 armada latih, 64 armada transportasi, 38 armada serangan khusus, dan 41 unit pesawat fighters maupun interceptors.
TNI Angkatan Darat (AD) mempunyai 332 tank, 1.430 kendaraan lapis baja, 63 unit peluncur roket, 366 towed artillery, dan 153 self-propelled artillery.
Kemudian, TNI Angkatan Laut (AL) didukung dengan 7 kapal fregat atau kapal perang, 24 korvet atau kapal perang kecil, 179 kapal patroli, 10 mine warfare, dan 5 kapal selam.